TEMPO.CO, Jakarta - Agustinus Mujianto, orang tua dokter muda Dionisius Giri Samodra alias Andra, menceritakan bagaimana perjuangan keluarga untuk menyelamatkan nyawa Andra dengan berusaha membawanya ke Jakarta.
"Saya sempat berniat menyewa pesawat melalui jasa ekspedisi dan penyediaan alat medis, Global Assistant," tutur Agustinus saat ditemui Tempo di rumahnya di Jalan Cempaka B6 Nomor 5, kompleks Mahkamah Agung, Pamulang, Tangerang Selatan, Sabtu, 14 November 2015.
Melalui PT Global Assistant, Agustinus diwajibkan membayar jasa sewa pesawat rintisan senilai US$ 82,9 ribu atau setara Rp 750 juta. Tanpa pikir panjang, pria yang menjabat sebagai general manager di salah satu perusahaan tambang di Kendari itu menyetujuinya.
Saat pertama mendapat kabar bahwa kondisi dokter Andra kritis di Rumah Sakit Umum Daerah Cendrawasih, bapak tiga anak itu panik. Saat itu, pada Rabu, 11 November 2015, Agustinus masih berada di Kabupaten Tual. Dia belum bisa langsung menuju Dobo dengan alasan keterbatasan kendaraan. Satu-satunya transportasi yang ada, kapal feri, ternyata tidak setiap saat hilir-mudik ke daerah terpencil itu.
Agustinus mendapat kabar dari rekan sejawatnya bahwa Andra sudah hilang kesadaran sejak Minggu malam, 8 November. Saat itu, dibantu sejumlah dokter di Tual dan manajemen Rumah Sakit Hati Bunda, Agustinus berniat menyewa jasa pesawat PT Global Assistant dengan biaya ratusan juta rupiah.
Di dalam pesawat telah disiapkan berbagai peralatan medis untuk menyokong daya tahan tubuh Andra selama perjalanan ke Jakarta. Namun pesawat rintisan itu tidak bisa menjangkau hingga Dobo, Kepulauan Aru. Tidak putus asa, Agustinus juga mempersiapkan speedboat yang akan digunakan untuk mengevakuasi Andra.
Namun permintaan sewa pesawat tidak cepat direspons PT Global Assistant. PT Global baru merespons dan menyatakan bersedia mengangkut dokter Andra pada Kamis, 12 November 2015, atau sehari setelah kematian Andra di RSUD Cendrawasih.
"Jadi tidak benar kalau ada bantuan dari pemerintah maupun Kementerian Kesehatan untuk menyewa jet pribadi," katanya. Menurut Agustinus, semua upaya evakuasi dokter Andra hingga penyewaan pesawat dilakukan oleh dia dibantu sejumlah dokter serta rekannya di Tual.
Dokter Andra meninggal di RSUD Cendrawasih pada Rabu, 11 November, saat menjalani masa magangnya menjadi dokter dalam program internship. Pria 24 tahun tersebut terkena virus campak yang menyerang otaknya.
AVIT HIDAYAT
Baca juga:
TEROR PARIS: 5 Fakta Penting yang Perlu Anda Tahu
Tujuh Alasan Paris Menjadi Sasaran Serangan Teror Ekstremis