TEMPO.CO, Banda Aceh - Sepuluh tahun perdamaian Aceh dinilai Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah mampu membawa perubahan di Aceh. Salah satunya, kesejahtaraan masyarakat Aceh yang meningkat. Hal itu disampaikan JK dalam orasi ilmiahnya saat penganugerahan gelar doktor honoris causa di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Sabtu 14 November 2015.
Menurutnya, makna perdamaian terlihat dalam angka statistik kemiskinan di Aceh. Pada saat konflik, disebutkan Aceh adalah provinsi dengan tingkat kemiskinannya terendah keempat di Indonesia. “Kini, telah banyak kemajuan yang tercapai,” ujarnya.
Mengutip data statistik, JK menyebutkan tiga tahun menjelang penandatanganan kesepakatan damai Aceh, angka kemiskinan tercatat 29,8 persen. Provinsi Aceh menjadi yang paling miskin bersama Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Perdamaian Aceh yang lahir pada 15 Agustus 2015 telah membawa perubahan.
Pada tahun 2014, menurut JK angka kemiskinan Aceh jauh membaik menjadi 17 persen. Sementara Indeks Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga meningkat, pada 2005 sebesar 69,1 dan pada tahun 2013 naik menjadi 73,1.
Dia berharap pemerintah Aceh dan masyarakatnya terus berupaya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Kondisinya saat ini sangat mungkin, karena Aceh sudah kondusif dan damai.
Dalam orasinya, Jusuf Kalla juga mengingatkan peran penting masyarakat Aceh dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia. Aceh pernah menjadi tempat mengendalikan Republik Indonesia, setelah Yogyakarta dikuasai Belanda pada tahun 1948. Di awal kemerdekaan, masyarakat Aceh juga menyumbangkan uang dan emas untuk membeli pesawat angkut jenis Dakota yang diberi nama Seulawah.
Wapres JK tiba di Aceh pada siang tadi, selanjutnya langsung menuju Unsyiah untuk menerima gelar honoris causa. Beliau juga dijadwalkan akan memimpin puncak serimonial peringatan 10 tahun damai Aceh, Ahad pagi 15 November 2015 di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh.
ADI WARSIDI