TEMPO.CO, Jakarta - Meninggalnya dokter muda Dionisius Giri Samudra atau biasa disapa dr Andra menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Di kalangan keluarga dan teman, laki-laki 24 tahun itu dikenal pintar dan berprestasi.
"Dia sejak kecil sudah berprestasi," tutur kakak dr Andra, Theresa Dita, saat ditemui di rumah duka di Pamulang, Tangerang Selatan, Sabtu, 14 November 2015. Kata Dita, sejak kecil Andra terus menjadi juara kelas.
Tanda-tanda kecerdasan Andra ini memang membuat Dita dan keluarganya terkesan. Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga menengah pertama, Andra selalu menduduki ranking teratas di kelasnya.
Dia sendiri menempuh pendidikannya sejak SD hingga SMP di Mater Dei, Pamulang, Tangerang Selatan. Kemudian memilih masuk jenjang menengah atas di SMK Gonzaga, Jakarta Selatan. Pada 2009, ia lulus dan memutuskan masuk jurusan kedokteran di Universitas Hasanuddin.
Menurut keluarga, Andra sendiri sudah mendambakan menjadi dokter sejak dulu, saat masih kecil. Antusiasmenya menggeluti dunia media membuat Andra lulus tepat waktu. Empat tahun berselang, ia lulus dari Universitas Hasanuddin. "Andra itu rajin belajar," kata kerabat lainnya.
Sebelum bertugas di Kepulauan Aru, Maluku, pada Mei lalu, Andra sempat bekerja di sejumlah klinik swasta di Jakarta. Dibanding rekan-rekannya, Andra memang lebih cerdas. Hingga pada Mei 2015, dia mendapat tugas ke daerah terpencil.
"Dia sangat senang, itu cita-citanya sejak dulu menjadi dokter," kata Dita. Saat bertugas di Kepulauan Aru, dia kerap menghubungi keluarga menggunakan telepon. Selama bertugas, dia baru pulang sekali ke Tangerang pada awal November lalu.
Andra meninggal saat melanjutkan tugasnya sebagai dokter di daerah terpencil. Dia meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Bumi Cendrawasih, Dobo, Kepulauan Aru. Andra diserang ensefalitis atau infeksi otak akibat virus campak.
AVIT HIDAYAT