TEMPO.CO, Tangerang - Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Muhammad Faqih mengatakan kematian dokter muda di daerah pedalaman seperti dialami Dionisius Giri Samudra selalu terjadi setiap tahun. “Tapi tak terekspose media,” katanya saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta pada Jumat 13 November 2015.
Tanpa pemberitaan, kata Daeng, sepekan lalu ada dokter muda yang meninggal di Aceh. Menurut Daeng, banyak dokter yang bernasib seperti Andra akibat keterbatasan akses untuk evakuasi. Dia menilai hal ini merupakan bentuk kurang pedulinya pemerintah terhadap keselamatan dokter, khususnya yang bekerja di daerah.
IDI, menurut Daeng, telah berulangkali menyampaikan ke DPR dan pemerintah agar sistem transportasi,aksebilitas di daerah pedalaman dibenahi. “Tapi hingga kini belum ada tanggapan,” katanya.
Andra, dokter muda yang sedang melaksanakan Program Internship, meninggal ketika sedang menjalankan tugas di Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Andra meninggal pada Rabu 11 November 2011 pukul 18.18 WIT di RS Bumi Cendrawasih, Kabupaten Dobo. Dokter alumni di Universitas Hasanudin didiagnosa awal menderita penyakit yang diakibatkan oleh virus campak dengan komplikasi infeksi otak (ensefalitis).
Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan, Pattiselano Robert Johan, menjelaskan kronologi kesehatan Andra. Pada akhir Oktober 2015 selama dua pekan, Andra sempat mendapatkan izin menghentikan tugas internship-nya sementara untuk pulang ke Jakarta selama dua pekan.
Saat kembali ke Dobo pada Sabtu, 7 November 2015, Andra masih dalam kondisi demam. Namun Andra tetap kembali ke Dobo karena rasa tanggung jawabnya terhadap tugas. “Ia kembali bertugas walau dalam kondisi yang kurang sehat,” kata Robert.
Menurut Robert, tindakan Andra kembali walau kurang sehat perlu diapresiasi. "Karena itulah jiwa dari para dokter yang mengabdi di daerah terpencil. Walaupun sakit itu diabaikan untuk spirit melayani," katanya.
Setiba di lokasi, kondisi kesehatan Andra semakin menurun hingga dirawat di RS Bumi Cendrawasih. Pada Senin 10 November Andra dipindahkan ke ICU dengan penanganan intensif oleh dokter spesialis.
Keterangan resmi Kementerian Kesehatan menjelaskan kronologi rencana evakuasi Andra.
Para dokter yang merawat Andra sempat ingin membawa Andra menuju Jakarta, tapi perjalanan menuju Ibu Kota tidak mudah. Kondisi ini yang menyulitkan evakuasi Andra dari Dobo saat kondisinya terus memburuk.
Tidak ada penerbangan langsung dari Dobo menuju Jakarta. Jalur bepergian yang ada harus ke Kabupaten Tual melalui jalur laut selama 6-10 jam sebelum melanjutkan penerbangan ke Ambon. Sayangnya, saat ini penerbangan dari Dobo ke Tual sedang tidak beroperasi.
Pemerintah daerah pun sudah berpikir untuk mengevakuasi Andra melalui jalur laut, tapi saat itu kondisi Andra tidak memungkinkan untuk perjalanan jalur laut yang memakan waktu lama dengan kondisi demam yang sangat membutuhkan sarana yang memadai. Dikhawatirkan jika dilakukan evakuasi melalui laut akan memperparah kondisi Andra saat kesadarannya semakin menurun walau sudah menggunakan alat bantu pernapasan.
Evakuasi terbaik adalah menggunakan pesawat terbang dari Dobo. Pemerintah daerah sudah menyiapkan anggaran untuk menyewa pesawat tetapi tidak berhasil karena pesawat milik TNI tidak memungkinkan untuk terbang karena alasan teknis.
Kementerian Kesehatan pun sudah mempersiapkan pesawat lain untuk mengangkut Andra, namun pesawat itu harus berangkat dari Timika. Sayang dalam waktu persiapan itu, Andra meninggal.
JONIANSYAH HARDJONO