TEMPO.CO, Bandung - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung membebaskan terdakwa penyelewengan dana bantuan sosial Kabupaten Cirebon Tasiya Soemadi. Hakim menilai, dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari kejaksaan Negeri Sumbar yang menyatakan Tasiya bersalah memotong dana bansos sebesar Rp 1,5 miliar tidak dicukupi oleh bukti-bukti selama di persidangan.
Atas putusan tersebut, jaksa masih belum menentukan apakah akan mengajukan kasasi atau tidak. “Pengajuan kasasi nanti kita pikir-pikir dulu, “ ujar jaksa Maliki saat ditemui seusai persidangan di Pengadilan tipikor Bandung, Kamis, 12 November 2015.
Putusan tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan yang diberikan oleh jaksa penuntut umum. Sebelumnya, jaksa menuntut wakil walikota Cirebon yang juga mantan ketua Dewan Perwakilan Cabang PDIP Cirebon ini dengan hukuman penjara 9 tahun dan denda Rp 200 juta. Namun, dengan hasil putusan tersebut, Maliki mengatkan, akan menghargai keputusan hakim.
“Putusan itu sah-sah saja. Itu pendapat hakim untuk menyatkaan tidak bersalah. Tapi, kita masih ada upaya hukum untuk itu,” ujarnya.
Majelis hakim yang diketuai oleh Djoko Indarto dan dua hakim anggota Krisman Damanik dan Basari Budi, menggugurkan semua dakwaan jaksa. Majelis hakim menilai, Tasiya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaiaman yang didakwakan jaksa.
“Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyaknikan bersalah melakukan tindakan melawan hukum sebagaiaman dakwaan primer pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi,” ujar ketua majelis hakim Djoko Indarto.
Selain itu, majelis hakim pun menggugurkan dakwaan subsider yang menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan semata-mata untuk memperkaya diri dan orang lain. “Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pdana korupsi sebagaimana dakwaan primer maupun subsider,” ujar Djoko.
Hakim menilai, dalam persidangan taka da bukti atau fakta yang kuat untuk menjadi pertimbangan bahwa Tasiya bersalah. Hakim mengatakan, pada saat penyaluran dana bansos kabupaten Cirebon tahun anggaran 2009-2012, Tasiya hanya berlaku sebagai legislator yang bertugas menandatangani pengajuan dana bansos dari masyarkat.
Nmaun dalam musyawarah yang dilakukan tiga hakim untuk menentukan putusan tersebut, Djoko mengatakan, telah terjadi perbedaan pendapat. Menurutnya, putusan tersebut merupakan hasil keputusan dua hakim anggota.
Sementara Djoko menilai, Tasiya, memilki banyak peran dalam penyaluran dana bansos senilai Rp 298,4 miliar tersebut. Ia pun menilai, dalam penyalurannya banyak pihak-pihak yang sejatinya tidak berhak mendaptkan bansos. “Namun, dua pendapat hakim lain berbeda. Mau gimana lagi, saya kalah satu lawan dua,” ujar Djoko.
Saat mendengarkan amar putusan yang dibacakan majelis hakim, Tasiya tang menggunakan kemeja batik bercorak warna merah muda nampak tegang. Diakhir-akhir persidangam saat majelis hakim akan membacakan amar putusan, Tasiya nampak sesenggukan menahan tangis. Sementara itu, rtausan pengunjung sidang yang juga merupakan kerabat Tasiya langsung memekikan takbir saat hakim menyatakan Tasiya dibebaskan.
Sementara itu, dalam kasus yang sama, dua anggota DPC PDIP Kabupaten Cirebon Subekti Sunoto dan Emon purnomo, malah dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Padahal, dalam dakwaan jaksa, pada pelaksanaan belanja dana bansos tersebut, Subekti dan Emon merupakan anak buah dari Tasiya di PDIP.
Kasus ini berawal dari Pemkab Cirebon yang menganggarkan belanja hibah dan bansos pada tahun 2009-2012 sebesar Rp 298,4 miliar.
Saat itu, pimpinan DPRD selaku Badan Anggaran DPRD mengajukan usul penerima hibah bansos. Terkait dengan hal tersebut, pada tahun 2009 Tasiya mengadakan pertemuan dengan para ketua ranting dan pengurus DPC PDIP di rumah dinasnya yang juga diikuti Subekti dan Emon juga oleh anggota partai lainnya.
Dalam pertemuan itu, Tasiya mengatakan bahwa Pemkab Cirebon akan memberikan dana bansos dan hibah. Ia juga mengatakan bahwa pemberian dana pada masyarakat atau kelompok masyarakat itu dilakukan pemotongan dan hasil pemotongan itu akan digunakan untuk kepentingan partai (PDIP). Kemudian hal tersebut terus kembali pada tahun anggaran tahun 2010-2012.
Dalam surat dakwaan jaksa, disebutkan, telah terjadi pemotongan dari dana bansos tersebut, seperti dari Rp 100 juta dipotong 85 juta, dari Rp 130 juta dipotong Rp 108 juta. Kemudian uang-uang dari hasil pemotongan penerimaan dana bansos hibah sebesar Rp 1,564 miliar dengan rincian pemotongan Rp 1,3 miliar, fiktif Rp 160 juta dan digunakan tidak sesuai peruntukannya Rp 59,6 juta.
IQBAL T. LAZUARDI S