Menurut Buehler, pemerintah Indonesia belum menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam artikel bertanggal 6 November 2015, yakni:
1) Siapa dalam pemerintahan Joko Widodo yang meminta Derwin Pereira untuk membayar US$ 80 ribu kepada perusahaan jasa lobi, R&R Partners?
2) Apakah benar ada uang rakyat Indonesia yang digunakan untuk menyewa perusahaan jasa lobi asal Las Vegas dalam melakukan kegiatan yang dengan mudah bisa dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat?
3) Apakah semua langkah tadi telah dilakukan secara terkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, atau apakah ini merupakan sebuah usaha untuk ‘melangkahi’ Kementerian Luar Negeri?
4) Kalau benar demikian, apakah Presiden Jokowi benar-benar mengendalikan pemerintahan sendiri? Kalau tidak, apakah ada banyak kelompok kepentingan di dalam lingkaran dekat Presiden yang saling bersaing satu sama lain?
Kemudian, Buehler mengatakan, pada 8 November 2015, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington turut membantah bahwa pemerintah Indonesia menyewa pelobi. Bantahan itu dapat diakses di sini.
Bantahan ini, kata Buehler, justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan lagi, yakni:
1) Jika memang pemerintah Indonesia tidak menggunakan kelompok atau individu pelobi, lalu siapa yang membayar Pereira PTE LTD di Singapura dan R&R Partners di Las Vegas?
2) Apakah klaim Pereira LTD bahwa mereka disewa oleh pemerintah Indonesia itu tidak benar atau bohong belaka?
3) Jika memang Pereira mengklaim secara tidak benar bahwa ia disewa oleh pemerintah Indonesia, akankah Pemerintah menyelidiki dan mengambil tindakan?
Buehler kemudian mencantumkan tentang sanksi terhadap pernyataan yang tidak akurat atau curang sebagai tindakan ilegal menurut Undang-undang Pendaftaran Agen Asing (Foreign Agents Registration Act, FARA) yang isinya: Any person who willfully violates any provisions of this Act or any regulations the reunder, or in any registration statement or supplement thereto or in any other documents filed with or furnished to the Attorney General under the provisions of this Act willfully makes a false statement of a material fact or willfully omits any material fact required to be stated therein or willfully omits a material fact or a copy of a material document necessary to make the statements therein and the copies of documents furnished therewith not misleading, shall, upon conviction thereof, be punished by a fine of not more than $10,000 or by imprisonment for not more than five years. For some offenses the punishment shall be a fine of not more than $5,000 or imprisonment for not more than six months, or both. (Sumber di sini)
Di kalimat terakhir surat elektroniknya, Buehler mengatakan, peran pokok akademisi adalah mengajukan pertanyaan tentang akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan dengan menggunakan data dan dokumen publik yang bisa diverifikasi.
"Saya sama sekali tidak punya kepentingan partisan, tudingan begitu hanyalah sebuah upaya pengalihan isu dari debat penting tentang transparansi dan akuntabilitas pemerintahan," ujar Buehler.
MARIA RITA
BERITA MENARIK
Pria Ini Tinggal di Kandang Domba, Hidup dari Barang Bekas
Memilukan, Keluarga Ini 7 Tahun Hidup di Kandang Ayam