TEMPO.CO, Makassar - Penyidik Kepolisian Resor Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan, mempercepat proses penyidikan terhadap komplotan nelayan yang melakukan pencurian terumbu karang di perairan Taka Batu Tappampang, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene, Kepulauan (Pangkep).
“Kami berupaya bisa segera melimpahkan berkas perkaranya ke kejaksaan agar mulai disidangkan,” kata Kepala Polres Pangkep Ajun Komisaris Besar M Hidayat, Rabu, 11 November 2015.
Komplotan itu terdiri atas empat orang, masing-masing OL (31), AS (18), RIZ (17), dan IBR (29), yang merupakan warga Pulau Barang Lompo, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. Mereka ditangkap tim Polair Polres Pangkep awal November lalu saat mengambil terumbu karang menggunakan palu dan pahat.
Dalam penangkapan itu, disita sejumlah barang bukti. Di antaranya, satu unit perahu jenis Jolloro, 23 bongkahan koral, satu buah palu, satu buah pahat, dan satu unit kompresor. Bongkahan terumbu karang dijadikan batu koral sebagai barang hiasan dan dijual kepada penampungnya, AM, yang bertempat tinggal di Makassar. Koral dijual murah, Rp 2 ribu per biji.
Empat nelayan itu dijerat Pasal 35 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Daerah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Menurut Hidayat, penyidik sudah meminta keterangan dua saksi ahli dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep guna melengkapi berkas perkara. Polisi menilai pencurian terumbu karang merupakan kejahatan serius karena mengancam kerusakan ekosistem dan biota laut.
Hidayat mengatakan, komplotan nelayan itu semula berdalih memiliki izin mengambil koral. Ternyata, bukan atas nama mereka. Selain itu, lokasi pencurian terumbu karang itu masuk wilayah konservasi. “Kami sedang memburu penampung batu koral dari pengikisan terumbu karang karena kerja sama mereka hanya mementingkan sisi bisnis dan mengabaikan kelestarian alam,” ujarnya.
Juru bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan aparat kepolisian terus melakukan upaya pencegahan maupun penegakan hukum terhadap berbagai kejahatan di laut, termasuk illegal fishing dan pencurian terumbu karang. “Kegiatan sosialisasi bagi masyarakat di kawasan pesisir, khususnya nelayan, terus kami tingkatkan,” ucapnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan Asmar Ezwar mengatakan kondisi terumbu karang di perairan Sulawesi Selatan sudah sangat memprihatinkan. Tiga tahun lalu, tingkat kerusakannya mencapai 50 persen dari potensi terumbu karang yang ada. Pada 2015, diperkirakan sudah mencapai 70 persen.
Kerusakan terumbu karang di perairan Spermonde di Makassar dan Pangkep tergolong yang paling parah. Itu sebabnya, Walhi Sulawesi Selatan mendorong pemerintah daerah bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan aktif melakukan upaya pemulihan. “Pencurian terumbu karang tidak boleh dibiarkan,” tutur Asmar.
TRI YARI KURNIAWAN