TEMPO.CO, Jakarta - Tak banyak yang diingat Hatief Hadikoesoemo, 62 tahun, tentang sosok sang ayah. Anak bungsu Ki Bagus Hadikusumo dari istri ketiganya, Siti Murdiah, ini masih berusia 1,5 tahun ketika ayahnya meninggal dunia pada usia 64 tahun, pada 4 November 1954.
Sebagai satu-satunya anak yang tersisa dari 13 bersaudara, ia mengaku hanya mendengar kisah ayahnya dari cerita saudara dan orang-orang sekitar ayahnya.
"Saya tidak mengenal secara khusus. Tapi saya tahu Ki Bagus keras dalam mendidik anaknya. Selebihnya saya tahu Ki Bagus dari buku Derita Seorang Pemimpin yang ditulis Djarnawi Hadikusumo, dan sesepuh di Kauman," katanya saat berbicara di tasyukuran Hari Pahlawan di kantor PP Muhammadiyah, Selasa, 10 November 2015.
BACA JUGA
Hijaber Cantik UNJ Tewas, Ini Alasan Delea ke Bandung
Gadis Payung nan Cantik Itu Jadi Kekasih Rossi, Ini Kisahnya
Menurut Hatief, Ki Bagus merupakan sosok yang sederhana dan keras. "Kalau pas magrib, anaknya tidak pulang, Bapak cari anak-anaknya sampai ketemu disuruh pulang," katanya setelah pertemuan.
Selain dikenal keras dalam mendidik anak, ia juga keras dalam kepribadiannya di organisasi dan politik. "Bapak ini adalah orang yang yakin dengan kesempurnaan ajaran Islam," katanya.
Ia mengatakan meskipun telah menjadi tokoh penting dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, persiapan kemerdekaan, dan penyusunan dasar negara pada saat-saat akhir menentukan masa depan Indonesia, Ki Bagus tetap menjadi tokoh yang sederhana. "Bagi keluarga, ia meninggalkan warisan nirbenda, nilai-nilai luhur yang ia tinggalkan," ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa KH Ahmad Dahlan dan perkumpulan Muhammadiyah adalah dua hal penting yang membantu kepribadian Ki Bagus Hadikusumo. "Karena keduanya, Ki Bagus menjadi sangat dihormati pada masanya," katanya.
Saat ini, Hatief menjadi satu-satunya anak Ki Bagus yang masih hidup. Ia menetap di kediamannya di Kemanggisan, Jakarta. Ayahnya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 5 November 2015, bersama dengan pahlawan nasional lain yakni B.W. Lapian, Moehammad Jasin, I Gusti Ngurah Made Agung, dan Mas Iman.
ARKHELAUS WISNU