TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang pekan lalu, pemberitaan mengenai rencana pengemudi Go-Jek melakukan aksi mogok ramai dibahas. Meski tak semua pengemudi Go-Jek setuju dan ikut mogok, rencana mogok pengemudi Go-Jek tersebut sempat menyita perhatian publik dan mempersulit beberapa pelanggan untuk mencari transportasi.
Salah satu alasan utama para pengemudi Go-Jek mogok adalah penurunan tarif menjadi Rp 3.000 per kilometer, yang membuat pendapatan mereka menurun.
Mogoknya pengemudi Go-Jek kontan memicu perdebatan soal hubungan industrial antara pengemudi dan perusahaan milik Nadiem Makarim ini. Apakah pengemudi Go-Jek bisa dikategorikan sebagai buruh.
Bahkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri mengaku harus mempelajari lebih dulu hubungan kerja antara para pengemudi dan PT Go-Jek Indonesia. “Saya belum bisa memberi jawaban yang pasti,” katanya kepada Tempo di ruang kerjanya, Selasa, 3 November lalu.
Berikut ini kutipan lengkap wawancara dengan Hanif soal mogoknya pengemudi Go-Jek.
Baca juga:
Apakah pengemudi Go-Jek termasuk buruh?
Ini saya harus cek dulu tipe hubungan kerjanya seperti apa.
Seperti apa sebenarnya hubungan pengemudi Go-Jek dengan perusahaannya?
Itu kan ibaratnya mereka memang menjadi orang yang bekerja juga, bisa pengusahanya bisa pengemudinya. Kalau ojek dia independen. Tapi kalau Go-Jek, harus dilihat kontrak hubungan kerjanya.
Bukankah ada hubungan kerja ketika pengemudi Go-Jek menjual tenaganya dan perusahaan mendapat imbalan?
Mereka kan seperti makelar, seperti middle man. Go-Jek itu pemasaran yang ambil fee. Ya, ibaratnya fee-nya pemasaran dari usaha dia cari market-nya dan itu memang mempermudah (pengemudi Go-Jek). Kalau di posisi seperti itu, kami tidak tahu apakah Go-Jek pekerjan utama mereka. Makanya harus dipelajari dulu.
Kenapa sulit mengelompokkan pengemudi Go-Jek sebagai buruh?
Kalau ngomongin soal buruh, pasti ada aturan jam kerja dan alat produksi. Sementara (pengemudi) Go-Jek pemilik alat produksi. Motornya punya dia sendiri. Itu sama seperti bisnis online, misalnya kamu punya produk saya yang tawarin.
Jika pengemudi Go-Jek membuat serikat pekerja, akankah diakui?
Itu termasuk yang harus kami pelajari lebih dulu.
Tito Sianipar