TEMPO.CO, Surabaya - Dua salib besar pada dinding menjadi penanda bangunan di Jalan Raya Tidar Nomor 115, Surabaya itu. Halamannya asri dan rindang. Pepohonan menghiasi bangunan kuno yang bercat kuning itu. Pada teras depan gedung terdapat tulisan Panti Asuhan Don Bosco. Memasuki gedung itu, hawa sejuk mengusir terik matahari Kota Surabaya. Pada dinding ruangan utama bangunan terdapat foto-foto pendiri panti, juga foto gedung mulai dari masa lalu sampai saat ini. Kompleks panti asuhan ini berdiri di atas bidang tanah sekitar 4,5 hektare.
Bangunan bergaya Belanda yang berdiri sejak 1937 ini merupakan saksi sejarah arek-arek Surabaya ketika bertempur melawan tentara Sekutu, dengan membonceng tentara Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia pada 10 November 1945. Di tempat ini, Bung Tomo menuliskan sejarah bersama tokoh Surabaya lainnya, merebut gudang senjata itu dari Jepang untuk digunakan bertempur menggempur Sekutu.
Lempeng batu prasasti yang mengenang perebutan senjata itu terletak di bagian luar dinding gedung, dekat pintu gerbang utama kompleks panti asuhan. Pengelola Yayasan Don Bosco, Louis Wignya Karyana (73 tahun) mengatakan, sangat kuat alasan Jepang memanfaatkan gedung Don Bosco itu untuk gudang senjata dan markas mereka.
Baca juga:
Bung Tomo: Pekik Allahu Akbar hingga Kritik Sukarno & Mahasiswi Nakal
Kisah Hidup Ely Sugigi: Bermula dari Mengurus Penonton Acara TV
Hal ini dikarenakan gedung itu sangat luas, dilengkapi dengan bangsal-bangsal untuk tidur, dapur, ruangan kantor, dan berbagai ruangan lainnya. Letak gedung Don Bosco kala itu berada di kawasan pinggiran barat Kota Surabaya. “Lokasinya strategis untuk menghalau musuh dari arah barat Kota Surabaya,” kata Louis Wignya Karyana ketika ditemui Tempo di kantornya, Sabtu, 24 Oktober 2015.
Kini, letak Gedung Don Bosco berada tidak jauh dari jantung Kota Surabaya. Gedung ini berada sekitar 2 kilometer di sisi barat laut Gedung Grahadi di Jalan Gubernur Suryo, yang kini menjadi kantor dinas Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Selain itu, Gedung ini hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari Hotel Yamato, kini bernama Hotel Majapahit, di kawasan Tunjungan. Hotel tersebut menjadi saksi sejarah pertempuran Surabaya pada November 1945. Bendera Belanda merah-putih-biru disobek pada bagian warna birunya sehingga hanya berkibar bendera merah putih.
Louis Wignya Karyana mengingat, pada tahun 1950-an masih tersisa rongsokan senjata laras panjang, mitraliur, peluru, dan jip. Ia juga menyatakan, di halaman gedung itu, di dekat gerbang masuk gedung Don Bosco ditemukan bungker dari sejumlah tempat. Namun, karena pengembangan sekolah, bungker itu dibongkar, dan saat ini dibangun pos satpam di atas lahan itu.
Louis memastikan bahwa bungker itu dihubungkan dengan lorong-lorong bawah tanah. Tapi, ia tidak tahu sampai ke mana lorong bungker itu berujung. “Bisa jadi sampai ke halaman utama gedung utama, atau bahkan ke tempat lain,” ujarnya.
MOHAMMAD SYARRAFAH
Baca juga:
Bung Tomo: Pekik Allahu Akbar hingga Kritik Sukarno & Mahasiswi Nakal
Kisah Hidup Ely Sugigi: Bermula dari Mengurus Penonton Acara TV