TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 tak lepas dari berbagai negosiasi antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Seorang anggota Badan Anggaran DPR mengatakan salah satu indikasi ini adalah munculnya Pasal 12 ayat 2 Rancangan UU APBN 2016.
Penjelasan pasal ini menyatakan daerah penerima dana alokasi khusus diusulkan dan disampaikan parlemen ke pemerintah. Padahal, dalam draf awal versi pemerintah, tak ada klausula yang memberi kewenangan DPR ikut mengelola dana alokasi khusus.
“Pasal ini muncul dalam rapat Panja Transfer Daerah,” kata politikus pendukung pemerintah ini. Bahkan, dalam rapat ini, sempat terjadi rebutan menjadi pemimpin sidang antara Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit dan wakilnya, Said Abdullah. Politikus ini berujar, rapat panitia kerja biasanya dipimpin wakil ketua.
Said Abdullah menyangkal soal ini. Dia bahkan menuturkan pimpinan Badan Anggaran kecolongan atas kemunculan pasal ini. Adapun Supit menegaskan, pengusul anggaran tetap dari pemerintah, sehingga pasal tersebut harus dihapus dari draf.
Selain lewat pasal, politikus DPR juga masuk lewat dana alokasi khusus yang nominalnya mencapai Rp 85,5 triliun. Politikus ini menunjukkan dokumen DAK usulan pemerintah, pembahasan di DPR, dan nilai yang disetujui. Contohnya sektor transportasi. Dari dokumen tersebut, usulan pemerintah hanya Rp 10,7 triliun.
Dalam persetujuan akhir, jumlah anggaran ini membengkak menjadi Rp 21,5 triliun. Selisih dana Rp 10 triliun ini berpotensi menjadi bancakan politikus parlemen. “Peningkatan ini karena ada tekanan dari Senayan,” ucapnya. Modus lain adalah melalui tambahan belanja prioritas.
Karena barter inilah, pemerintah akhirnya ngotot memasukkan penyertaan modal negara sebesar Rp 38 triliun ke APBN 2016. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bahkan sampai turun tangan melobi Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto agar usulan ini disahkan.
Said Abdullah membantah ada barter anggaran antara DPR dan pemerintah. Modus cawe-cawe anggaran antara pemerintah dan DPR ada di majalah Tempo edisi 9-16 November 2016.
WAYAN AGUS PURNOMO