TEMPO.CO, Jakarta - Mochtar Pabottingi mengaku mendapat surat peringatan dari pimpinan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia karena mencantumkan gelar profesor LIPI di dalam tulisannya yang berjudul "Negara Vs Pancasila" dalam sebuah media nasional akhir Oktober kemarin.
Pimpinan lembaga riset itu, kata Mochtar, meminta agar dia tak lagi menggunakan identitas LIPI karena sudah pensiun. Ia juga diminta agar menyampaikan klarifikasi kepada media tersebut. "Bagi saya, ini bentuk kesewenang-wenangan," ucap Mochtar saat dihubungi, Sabtu, 7 November 2015.
Menurut Mochtar, gelar profesor LIPI yang tertera dalam tulisannya sah-sah saja, meskipun dia sudah pensiun dari lembaga tersebut. "Gelar itu sifatnya permanen dan saya mendapatkan gelar itu secara sah," katanya. Karena itu, ia tak akan mematuhi permintaan pimpinan LIPI tersebut.
Selain itu, ia berujar, tulisannya ada dalam kolom opini. Menurut dia, kolom opini sudah lazim dipahami sebagai pendapat pribadi, bukan lembaga, kecuali jika penulisnya masih aktif sebagai pejabat di pemerintahan. "Kalau tulisan saya dipahami mewakili LIPI, itu keliru," ujarnya.
Ia justru mendapat informasi bahwa surat peringatan itu diberikan kepadanya karena desakan Dewan Perwakilan Rakyat. "Saya dengar mereka mengancam tidak akan membicarakan anggaran LIPI," tutur Mochtar.
Mochtar mafhum jika Dewan bersikap menekan LIPI. Soalnya, ia melontarkan kritik keras kepada DPR di dalam tulisannya itu. Seperti ini, "Praktik culas-kuras dana publik atas nama studi banding serba mewah ke luar negeri tak pernah dipertanggungjawabkan."
Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama LIPI Nur Tri Aries menyangkal bahwa surat peringatan yang diberikan kepada Mochtar itu atas desakan DPR. "Ini cuma identitas. Kalau sudah pensiun, etikanya pakai kata mantan," ucapnya.
Ia mengatakan akan mengklarifikasi dulu kepada media yang bersangkutan ihwal penulisan gelar profesor LIPI itu. "Kadang media suka keliru," katanya. Meski begitu, meski sudah pensiun, Mochtar masih bagian dari keluarga besar LIPI.
ERWAN HERMAWAN