TEMPO.CO , Jakarta - Peneliti dari Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded), Arif Susanto, khawatir munculnya Peraturan Gubernur Nomor 28 Tahun 2015 paralel dengan Peraturan Presiden tentang kewenangan TNI. Menurut dia, fenomena di Jakarta itu mengkhawatirkan dan dapat berimplikasi nasional.
"Satu tahun terakhir ada upaya mendayagunakan kekuatan militer untuk peran nonmiliter selain yang diatur oleh UU TNI, termasuk kemarin Perpres tentang TNI," katanya pada Jumat, 6 November 2015.
Problemnya, menurut Arief, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sering melibatkan tentara dan polisi untuk peran-peran yang bukan porsi mereka. Ia mencontohkan penanganan kasus Kampung Pulo dan Bantargebang. Bahkan kalau perlu, menurut Ahok, truk sampah dikawal tentara.
"Ini menunjukkan kecenderungan Ahok ingin membangun sebuah peran yang seharusnya berada di level negara tapi ini berlangsung di level provinsi," katanya. "TNI milik nasional yang tidak bisa diatur lewat pergub."
Fungsi polisional, kata dia, melegitimasi kekerasan oleh polisi dan tentara yang digunakan sebagai ancaman warga negara atas nama tertib sosial. "Masyarakat dianggap sebagai sumber gangguan," ucapnya.
Selain itu, Arif menyarankan agar ada forum konsultasi dengan masyarakat dan DPRD. "Semestinya semua keputusan yang berdampak luas harus dikonsultasikan kepada publik. Nah ini tidak melibatkan," tuturnya.
ARKHELAUS