TEMPO.CO, Malang-Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti mengatakan penyidikan terhadap dugaan keterlibatan polisi penerima suap dari tambang pasir ilegal di Lumajang terus berlanjut.
Proses pencarian data terus berlangsung untuk mengungkap siapa saja polisi yang terlibat. "Penanganan kasusnya masih berjalan," ujar Badrodin usai memberikan kuliah tamu di Universitas Brawijaya, Malang, Jumat 6 November 2015.
Mengenai detail penanganan perkaranya, Badrodin menyerahkan sepenuhnya ke Kepolisian Daerah Jawa Timur. Ia menjamin penyidikan berjalan sesuai prosedur dan ketetapan dalam menangani perkara yang melibatkan aparat Kepolisian. "Jika menemukan fakta polisi lain terlibat, laporkan ke Polda Jatim," ujarnya.
Sebelumnya, sidang pelanggaran kode etik di Polda Jawa Timur beberapa waktu lalu memutuskan tiga perwira polisi divonis bersalah dalam kasus gratifikasi penambangan pasir liar di Lumajang. Mereka dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis dan hukuman kurungan 21 hari. Setelah bebas dari hukuman, mereka akan mendapat pengawasan internal selama enam bulan sebelum dimutasi.
Tiga polisi itu adalah bekas Kepala Kepolisian Sektor Pasirian Ajun Komisaris Sudarminto, Kepala Unit Reserse Kriminal Inspektur Dua Samsul Hadi dan Anggota Badan Pembindaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Ajun Inspektur Dua Sigit Purnomo.
Kepala Desa Selok Awar-Awar, Haryono, yang bersaksi dalam persidangan tersebut berujar bahwa uang tambang pasir mengalir kemana-mana, antara lain anggota Dewan, Kapolsek, Babinkamtibmas, Babinsa, camat dan wartawan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Ony Mahardika bisnis tambang pasir di Pasirian memang menggiurkan. Miliaran rupiah dihasilkan dari mengeruk pasir di sepanjang pesisir Lumajang. Panjang pesisir yang ditambang melintasi delapan kecamatan.
Ony meminta penyidikan terhadap keterlibatan aparat tidak berhenti sampai Polsek Pasirian. "Saya dapat info, Polda melakukan sidak ke lokasi setahun dua kali. Artinya, sebetulnya polisi sudah mengetahui ada pertambangan yang merusak sistem alam, merusak lingkungan, namun dibiarkan," katanya.
EKO WIDIANTO