TEMPO.CO, Lumajang - Peringatan 40 hari tragedi tewasnya Salim Kancil digelar dengan istigosah (doa bersama) di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jumat siang, 6 November 2015. Acara juga diwarnai penanaman ribuan bibit mangrove di lubang-lubang galian bekas penambangan pasir di pesisir pantai Selatan desa setempat ini.
Abdullah Al Kudus, salah satu anggota Tim Advokasi Kasus Salim Kancil dan Tosan mengatakan acara yang digelar pada Jumat siang, 6 November 2015 ini adalah untuk memperingati 40 hari wafatnya Salim Kancil.
"Acaranya adalah Istigosah, Yasinan dan Tahlilan," kata Abdullah yang biasa disapa Aak di sela kedatangan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf di Pendopo Kabupaten Lumajang, Jumat, 6 November 2015.
Selain menggelar tahlilan, masyarakat setempat juga berinisiatif melakukan aksi penanaman bibit pohon mangrove di bekas-bekas tambang yang rusak. "Ribuan bibit mangrove yang ditanam warga," kata Aak. Acara peringatan 40 harinya Salim Kancil ini merupakan insiatif warga. "Kami menggelar tikar dan koran," kata Abdul Hamid, warga Desa Selok Awar-awar yang juga salah satu tokoh masyarakat penolak tambang.
Salim Kancil menjadi korban pengeroyokan dan penganiayaan sekelompok preman pro penambangan pasir pada Sabtu pagi, 26 September 2015, di Pantai Watu Pecak. Salim Kancil tewas dengan mengenaskan di jalan dekat pemakaman desa setempat setelah sebelumnya sempat disiksa di Balai Desa Selok Awar-awar.
Aksi pengeroyokan dan penganiayaan juga dialami Tosan hingga mengalami luka serius. Salim dan Tosan menjadi simbol perlawanan warga terhadap penambangan pasir di pesisir pantai Selatan hingga kemudian keduanya menjadi korban pebunuhan dan penganiayaan.
DAVID PRIYASIDHARTA