TEMPO.CO, Banyuwangi - Penjabat Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, Zarkasi mengatakan dirinya menghargai keberanian warga yang menggugat Pemerintah Kabupaten sebesar Rp 10 miliar gara-gara kesulitan mengurus KTP elektronik. “Kami hargai keberaniannya,” katanya kepada wartawan, Jumat, 6 November 2015.
Bupati Banyuwangi, Kepala Dinas Kependudukan, dan Camat Kabat digugat seorang advokat, Mohammad Amrullah, sebesar Rp 10 miliar ke pengadilan negeri setempat. Sidang perdana gugatan perdata itu berlangsung pada Selasa siang, 27 Oktober 2015. Namun sidang akhirnya ditunda dua kali karena tak dihadiri tergugat satu, yakni Pj Bupati Banyuwangi.
Zarkasi menjelaskan ia tak menghadiri persidangan karena masih mengerjakan tugas-tugas transisi setelah dilantik sebagai pelaksana tugas bupati pada 22 Oktober 2015. Namun pemerintah Banyuwangi telah menunjuk kuasa hukum untuk menghadapi gugatan tersebut. “Pada persidangan ketiga pekan depan, kuasa hukum yang akan hadir,” katanya.
Meski belum mengetahui detail isi gugatan, kata Zarkasi, warga berhak melayangkan gugatan bila tak puas terhadap pelayanan publik.
Amrullah mengurus KTP elektronik pada 6 Oktober 2015. Lelaki yang berprofesi sebagai advokat ini telah mengurus surat pengantar dari tingkat desa hingga kecamatan. Namun, ketika sampai di Dinas Kependudukan, ternyata pengurusan KTP harus kolektif bersama 60 warga lain di kecamatan.
Pengurusan kolektif itu pun, kata Amrullah, juga harus bergilir dengan kecamatan lain karena blanko e-KTP terbatas. Amrullah sempat memprotes kebijakan itu kepada salah satu petugas, tapi diusir. Tanpa adanya KTP, kata Amrullah, ia sempat kesulitan melakukan perjalanan ke luar kota menggunakan pesawat terbang dan kereta api. Surat keterangan sementara yang diterbitkan kecamatan, kata dia, juga tak bisa dipakai untuk mengurus paspor.
Lambannya pembuatan KTP itu dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam undang-undang tersebut, kata dia, penyelenggara negara seharusnya memberi pelayanan yang mudah kepada setiap warga negara. Karena itu, nilai gugatan Rp 10 miliar tersebut dianggap pantas sebagai kerugian material yang harus ia terima karena tak memegang KTP.
IKA NINGTYAS