TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Herdiman Theodorus Pohan, mengaku menerima duit dari perusahaan obat PT Interbat. Dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo ini juga mengaku sudah cukup lama menerima baik uang maupun fasilitas lain dari Interbat.
"Saya dapat penghasilan tambahan misalnya saya resep obat, dapat potongan, apotek itu dapat potongan. Nah karena apoteknya dapat potongan, potongannya dikasih ke saya," kata Herdiman, Oktober lalu. Apotek yang dimaksud Herdiman berada di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Apotek tersebut milik Herdiman yang dibuat atas kerja sama dengan temannya.
Dokumen yang diperoleh Tempo menunjukkan Herdiman menerima Rp 1,4 miliar dalam 15 kali transaksi pada 2015. Herdiman juga menerima Rp 678 juta pada tahun sebelumnya, dan Rp 332 juta pada 2013. Menurut Herdiman, dia sudah mengenal Noto Sukamto, pemilik Interbat, sejak 1974 atau sejak Herdiman menjadi dokter.
Herdiman juga mengaku bekerja sama dengan empat perusahaan farmasi lain. "Tapi saya memang paling dekat dengan Interbat," ujarnya. Herdiman merupakan salah satu dari 2.125 dokter penerima duit dan fasilitas dari Interbat dalam kurun waktu 2013-2015. Dalam dokumen tersebut, yang juga dibenarkan oleh seorang petinggi Interbat, penerimaan duit dan fasilitas bertujuan agar dokter meresepkan obat produksi Interbat.
Herdiman mengklaim penerimaan duit tersebut tak terkait dengan posisinya sebagai dokter di RSCM atau guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dia berdalih duit itu merupakan bentuk kerja sama dengan Interbat terkait dengan kegiatan praktiknya di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Direktur Utama Interbat Noto Sukamto menolak permintaan wawancara Tempo. Dia meminta pengacaranya, Pieter Talaway, menjawab pertanyaan tim investigasi Tempo. Ditemui di kantornya di Surabaya, Jumat dua pekan lalu, Pieter membantah Interbat menyuap dokter agar dokter meresepkan obat-obat produksi Interbat. “Dokter itu bukan orang bodoh. Mereka tunduk terhadap kode etik. Mereka tahu obat mana yang baik, dan itu yang dipakai. Komisi untuk para dokter itu nonsense,” ujar Pieter. (Baca: Diduga Suap Ribuan Dokter, Begini Jawaban Interbat)
TIM INVESTIGASI TEMPO