TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri mengakui lemahnya metodologi penentuan kebutuhan hidup layak dalam sistem pengupahan. "Survei kebutuhan hidup layak di Dewan Pengupahan tidak kredibel," kata Hanif kepada Tempo di ruang kerjanya, Selasa malam, 3 November 2015.
Kebutuhan hidup layak, atau sering disingkat KHL, adalah salah satu komponen penentu dalam menetapkan upah minimum. Rumus menentukan upah minimum selalu didasarkan pada besaran KHL masing-masing daerah yang berbeda.
Penentuan KHL inilah yang kerap diprotes kalangan serikat pekerja. Pasalnya, komponen-komponen harga di KHL tidak sesuai dengan harga-harga di pasaran. KHL, menurut buruh, juga menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dinilai usang.
Menurut Hanif, penentuan KHL dilakukan oleh Dewan Pengupahan, yang terdiri atas perwakilan pengusaha, serikat pekerja, dan pemerintah. Namun menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa itu mengaku bisa saja terjadi perbedaan penghitungan KHL versi pengusaha dan pemerintah dengan versi buruh. "Metodologi survei bisa membuat harga-harga itu berbeda," ujar Hanif.
Hanif pun mengakui proses survei menentukan KHL memang menggunakan data-data dari BPS. "Karena BPS adalah lembaga resmi pemerintah dalam hal statistik dan survei," katanya. "Bisa saja menggunakan lembaga swasta, tapi itu akan butuh biaya."
Mengenai keluhan buruh yang tak dilibatkan dalam penentuan KHL, Hanif mengatakan itu adalah hal yang biasa. Pasalnya memang sulit menentukan perwakilan buruh yang benar-benar bisa diterima semua serikat perburuhan. "Nanti kita ajak yang di sini, taunya di sana protes karena dianggap tidak mewakili mereka," kata dia. "Faksi-faksi di serikat perburuhan juga sangat lebar."
TITO SIANIPAR