TEMPO.CO, Surabaya - Salah satu anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala mengisahkan Kompolnas pernah dilaporkan oleh polisi. Pelaporan ini dilakukan karena polisi menganggap Kompolnas melakukan ujaran kebencian (hate speech) kepada polisi sendiri.
"Yang waktu itu melaporkan Pak Jenderal Sutarman (Kepala Polri periode 2013-2015)," kata Adrianus saat memberikan seminar tentang tema Peran Polri Dalam Melindungi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Surabaya. Rabu, 4 November 2015.
Menurut Adrianus, peristiwa itu terjadi karena Kapolri Jenderal Sutarman saat itu menganggap bahwa kata-katanya yang menyebut reserse itu 'ATM' Polri adalah suatu bentuk kebencian. Sehingga polisi menganggap perlu tindakan hukum seperti yang disarankan oleh Kompolnas sebelumnya, yang menyatakan ujaran kebencian (hate speech) perlu dilakukan penuntutan hukum.
"Kan salah perlu diluruskan. Saya waktu itu merujuk sisi korupsinya, tapi malah dianggap kebencian kepada polisi ," ujar Adrianus. Singkat cerita, akhirnya Mabes Polri dan Kompolnas duduk bersama untuk berdiskusi dengan jajaran polisi di beberapa tempat.
Itu terjadi setelah diterbitkan surat edaran soal ujaran kebencian dan untuk menyamakan persepsi tentang hate speech yang seperti apa perlu dilakukan penindakan hukum.
"Mankanya yang termasuk hate speech yang mengandung variabel-variabel premodial seperti menyangkut suku, ras, maupun agama sehingga dapat menyebabkan konflik," ujarnya.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti membenarkan telah mengeluarkan surat edaran soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech. Surat bernomor SE/06/X/2015 itu baru diteken Badrodin 8 Oktober 2015.
Menurut Badordin, pelaku penebar kebencian yang destruktif, menimbulkan anarkis, memprovokasi dan berbahaya, Polri tak perlu pengaduan untuk mempidanakan. Polri akan langsung bergerak melakukan penangkapan.
EDWIN FAJERIAL