TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi sudah lama mencium dugaan gratifikasi dari perusahaan farmasi kepada dokter. Tapi, sampai saat ini KPK belum pernah menangani perkara korupsi terkait dengan kongkalikong antara farmasi dan dokter mengenai peresepan obat tersebut.
Meski demikian, Wakil Ketua KPK Johan Budi S.P. mengatakan, uang yang diterima dokter dari perusahaan farmasi dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Namun, dengan catatan memenuhi beberapa unsur di antaranya dokter yang menerima uang dari perusahaan farmasi tersebut berstatus sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. "Arti pegawai negeri di sini sudah diperluas yakni seseorang yang menerima gaji dari uang negara," kata Johan, Oktober lalu.
Kedua, perusahaan farmasi memberikan uang kepada pribadi, bukan kepada institusi. Serta ketiga, uang atau barang yang diterima dokter tersebut minimal senilai Rp 500 ribu. "Ini sudah diatur dalam peraturan KPK," katanya.
Kasus dugaan gratifikasi atau suap terbongkar berdasarkan temuan Tim Investigasi Majalah Tempo. Sesuai catatan keuangan perusahaan farmasi PT Interbat yang diperoleh Tempo, sebanyak 2.125 dokter menerima uang dengan nilai antara Rp 5 juta sampai Rp 2,5 miliar. Mereka tersebar di lima provinsi, yaitu Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sebagian dokter penerima uang dari Interbat itu berstatus pegawai negeri dan bekerja di rumah sakit milik pemerintah.
Adapun motif pemberian uang tersebut diduga agar dokter meresepkan obat-obat perusahaan ini dalam jangka waktu tertentu. Sebagian dokter mengakuinya sebagai bentuk kerja sama Interbat terkait dengan penjualan obat. Kerja sama itu berupa, Interbat memberi uang kepada dokter yang disebut sebagai diskon obat, lalu dokter akan meresepkan obat-obat produksi Interbat kepada pasien. Karena kerja sama ini, dokter diduga meresepkan obat-obat yang tidak dibutuhkan si pasien, atau obat-obat yang harganya kelewat mahal. Padahal, ada obat sejenis dengan harga lebih murah.
Baca:
Diduga Suap Ribuan Dokter, Begini Jawaban Interbat
Eksklusif: Suap Obat, Dokter Terima Mobil Yaris Hingga Camry
Menurut Johan, jika ada dokter yang menerima sesuatu dari perusahaan farmasi dan memenuhi ketiga unsur yang disebutkan sebelumnya, dokter bersangkutan wajib melaporkannya ke KPK sebagai penerimaan gratifikasi. Sesuai Pasal 12 C ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa penyampaian laporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima.
"Jika ada yang melaporkan kepada kami, maka tentu KPK akan mengkajinya terlebih dahulu apakah memenuhi unsur gratifikasi seperti diatur dalam UU," ujar Johan.
Beberapa aturan yang mengatur tentang gratifikasi tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut:
Pasal 12 B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.
b. Yang nilainya kurang dari Rp 10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Pasal 12 C
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
(3) KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.
TIM INVESTIGASI