TEMPO.CO, Depok - Partai Keadilan Sejahtera menyatakan tetap menjadi oposisi loyal pemerintah Presiden Joko Widodo. Sebagai oposisi, partai ini akan bersikap kritis terhadap Presiden Jokowi. Berikut ini catatan PKS terhadap kinerja pemerintah Jokowi yang baru berjalan satu tahun.
"Yang kami lihat pemerintah belum mempunyai upaya meningkatkan daya beli masyarakat yang rendah," ujar Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman dalam Musyawarah Kerja Nasional di Depok, Jawa Barat, Selasa, 3 November 2015. Selama pemerintah Jokowi, menurut Sohibul, jumlah rakyat miskin bertambah 86 ribu.
Penegakan hukum, PKS melihat belum ada harmonisasi antara kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Yang bisa diapresiasi hanya hukuman mati bagi bandar narkoba," ujarnya. Pemerintah Jokowi memang telah mengeksekusi sejumlah terpidana mati kasus narkoba beberapa waktu lalu.
Pemerintah Jokowi, Sohibul menambahkan, belum optimal mengantisipasi konflik. Hal ini terbukti masih terjadinya kekerasan yang dipicu sentimen kesukuan dan agama seperti di Tolikara, Papua, dan Aceh Singkil.
Sohibul lantas menegaskan, kritik yang dikeluarkan diharapkan menjadi vitamin bagi pemerintah. Dia tidak ada niat untuk menjatuhkan pemerintahan. "Vitamin itu kalau diberikan dengan dosis yang tepat, maka bisa melancarkan metabolisme tubuh. Namun kalau berlebihan akan dibuang secara otomatis," kata Sohibul menjelaskan maksud dari oposisi loyal itu.
Dia mencontohkan, PKS bersama partai politik di DPR melakukan kritik terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016, bukan bertujuan menjegal program-program pemerintah. Menurut Sohibul, kritik itu adalah bagaimana PKS bisa memberikan kontribusi dengan mengkritisi RAPBN 2016 agar lebih kredibel.
PKS menerima RAPBN 2016 dengan pertimbangan kepentingan nasional. Apabila RAPBN 2016 ditolak maka harus kembali ke APBN 2015 dengan asumsi yang berbeda dengan kondisi saat ini. "Sehingga kondisi akan buruk apabila tetap menggunakan APBN 2015," katanya.
IMAM HAMDI | ANTARA