Menurut Badrodin, pembahasan hate speech sudah dimulai sejak kapolri dijabat Sutarman dan wakilnya, Nanan Soekarna, pada periode Maret 2011-Agustus 2013. “Kami mengadakan pembahasan di seminar-seminar,” kata Badrodin.
Lebih dari lima tahun membahas, menurut Badrodin, polisi sampai pada kesimpulan bahwa surat edaran mengenai ujaran kebencian harus segera dikeluarkan. Apalagi belakangan banyak laporan pengaduan yang diterima kepolisian. Itu yang membuat Badrodin merasa perlu meneken. "Bukankah lebih cepat lebih baik,” katanya.
Lagipula, Badrodin tak bisa mengelak, jajaran di bawahnya hingga tingkat Polsek masih ragu-ragu menerapkan pasal hate speech yang sebelumnya diatur dalam KUHP tersebut. Ia menyebut, ujaran kebencian diatur dalam Pasal 310, 311, 315, 317, dan 318 KUHP." Faktanya juga, ujaran kebencian sudah jadi bibit konflik," kata Kapolri.
Ia menunjuk kasus Jakmania rusuh. Badrodin menceritakan bagaimana polisi akhirnya memproses 10 orang yang diduga Jakmania atas aksi perusakan dalam final Piala Presiden yang mempertemukan Persib Bandung dan Sriwijaya FC di Gelora Bung Karno. Ujungnya, polisi menemukan ada pernyataan provokasi Sekjen Jakmania Febriyanto yang akhirnya menginspirasi tindak kekerasan.
"Ini membuat resah," ujarnya.
Menurut Badrodin, apabila ada aduan, pihaknya juga tidak serta-merta mempidanakan. Tapi melakukan mediasi antarpihak yang berkonflik. Apabila tidak ada titik temu, baru berlanjut ke proses selanjutnya.
Namun untuk pelaku penebar kebencian yang destruktif, menimbulkan anarkis, memprovokasi dan berbahaya, Polri tak perlu pengaduan untuk mempidanakan. Polri akan langsung bergerak melakukan penangkapan.
WDA