TEMPO.CO, Blitar - Federasi Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia (FPPBI) menuntut Kepolisian Daerah Metro Jaya melepaskan rekan-rekan mereka yang ditangkap dalam aksi buruh di depan Istana Merdeka. Mereka juga menyatakan kekecewaan kepada kepemimpinan Presiden Joko Wiodo yang dianggap represif.
Juru bicara FPBBI, Yayak Ashlihul, mengatakan penangkapan oleh polisi terhadap para buruh yang berunjuk rasa memperjuangkan nasib adalah bentuk pengingkaran komitmen Jokowi. Kepada kaum buruh saat kampanye pemilihan presiden, Jokowi berjanji menjauhkan segala bentuk kekerasan dan mengedepankan komunikasi.
BACA JUGA
Menteri Susi Isyaratkan Mundur, PDIP: Masyarakat Kehilangan
Ahok Diultimatum: Cabut Pergub Demo atau Kami Membangkang!
"Namun faktanya Presiden Jokowi tak berbeda dengan rezim pemerintah sebelumnya,” kata Yayak kepada Tempo di Blitar, Jawa Timur, Minggu, 1 November 2015. Dia menuntut kepolisian membebaskan seluruh rekannya yang diperiksa dan berpotensi menjadi tersangka dalam unjuk rasa tersebut.
Buruh juga meminta pemerintah menjadi mediator yang baik dengan pengusaha dengan mengedepankan kepentingan buruh sebagai pihak yang wajib dibela. Salah satunya dengan mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 yang menjadi pijakan pengusaha untuk menerapkan upah murah.
Yayak juga meyakinkan pemerintah bahwa aksi mereka sama sekali tak bermaksud menghambat pelaksanaan MEA dan penanaman investasi di Indonesia. Namun mereka meminta pemerintah membentengi buruh dengan regulasi yang melindungi pekerja Tanah Air saat para tenaga kerja asing membanjiri Indonesia.
Sebelumnya, aparat kepolisian sempat melakukan penangkapan terhadap puluhan aktivis buruh seusai pelaksanaan aksi di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, 30 September 2015. Saat itu polisi berdalih pengunjuk rasa melanggar batas pelaksanaan demonstrasi yang seharusnya berakhir pada pukul 18.00 WIB.
HARI TRI WASONO
BERITA MENARIK
Kantor Go-Jek Ditembak: Kronologi & Motif Pengemudi Honda
Sebelum Bunuh Diri, Iptu Budi Pertemukan Pacar dengan Istri