TEMPO.CO, Bandung - Pakar cuaca dari Institut Teknologi Bandung, Armi Susandi, mengatakan asap kebakaran hutan di sejumlah wilayah di Indonesia mempercepat pembentukan awan dan turunnya hujan di Sumatera dan Kalimantan serta daerah lain. Asap itu berfungsi seperti garam pada proses hujan buatan. "Kalau sudah ada uap air dari Laut Cina Selatan, asap akan mempercepat pembentukan awan," ujarnya kepada Tempo di gedung Balai Pertemuan Ilmiah ITB, Jumat, 30 Oktober 2015.
Ciri khas hujan seperti itu, kata Armi, berupa hujan lebat. "Sekarang sudah begitu di sebagian Sumatera," katanya. Normalnya, musim hujan ditandai dengan intensitas ringan, kemudian sedang, baru mencapai puncaknya. Berdasarkan model cuaca yang dibuatnya, puncak musim hujan itu bakal terjadi pada Desember mendatang.
Dari pemodelan cuaca itu juga, kata Armi, pada Oktober ini di sebagian wilayah Indonesia sudah mulai hujan dengan intensitas sedang, yakni kurang dari 50 milimeter per dasarian atau per sepuluh hari. "Sekarang langsung mulai dengan hujan lebat, sekitar 100 hingga bisa lebih dari 150 milimeter per dasarian," tuturnya.
Hujan lebat ini akan mengguyur wilayah Indonesia per akhir Oktober hingga April 2016. Atmi memperkirakan setiap hari bakal hujan lebat. Ia mengingatkan masyarakat agar bersiap-siap menghadapi banjir. Hujan itu bisa langsung lebat karena pergeseran musim dari kemarau ke hujan.
Temperatur permukaan laut Indonesia juga kini terpantau lebih hangat sehingga pembentukan awan menjadi lebih banyak. "Pembentukan awan oleh asap kebakaran hutan juga bertambah pada awal-awal musim, yakni September hingga Desember," ucapnya. Puncak musim hujan kali ini, menurut Armi, pada Januari 2016.
ANWAR SISWADI