“Karena cuaca buruk, sirip mesin luar kapal saya bengkok. Saya komplain, tapi bagaimana wong kami cuma dikasih nota dan nomor resi,” katanya sambil membandingkan, “Kalau di pelayaran modern, ada pelayanan asuransinya. Kalau di kapal pelra, tidak.”
Penjaminan keamanan barang itulah yang lambat laun menggerus daya saing Pelra. Para pemilik barang kini cenderung mengirimkan barangnya dalam peti kemas dengan alasan keamanan. Petikemas juga mampu mengangkut komoditas dengan volume lebih besar, hemat biaya bahan bakar minyak dan awak kapal.
“Mereka beralih ke petikemas karena aman, mudah dalam hal mobilitas, dan barang jadi tidak mudah rusak,” kata Kepala Humas Tanjung Perak, Oscar.
Pelayaran rakyat diyakini perlahan akan meredup dan mati jika tak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Namun, pengembangan pelabuhan rakyat saja tak akan mengurai akar permasalahan. “Sembilan puluh persen masalah pelra itu disebabkan dia menunggu muatan, bukan fasilitas pelabuhan,” kata pakar manajemen transportasi laut ITS Surabaya, Setyo Nugroho.
Tapi doktor alumnus University of Technology Jerman itu menambahkan, bukan berarti pelabuhan rakyat dan pelayaran rakyat lantas dibiarkan perlahan mati. Sebab, daerah-daerah yang dilayari Pelra adalah daerah yang miskin dan cenderung tidak aksesibel. “Itulah mengapa keberadaan Pelra masih sangat relevan,” kata Setyo.
Solusi terbaik bagi Pelra, menurut dia, ialah dengan mendorong klasifikasi kapal oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan melalui Biro Klasifikasi. Caranya, bisa dengan mensubsidi sertifikasi kapal, sehingga ada kelasnya.
Dengan keberadaan sertifikat kelas kapal, kapal dapat diasuransikan guna menjamin keselamatan barang. “Setelah urusan kepercayaan pengguna jasa selesai, selanjutnya standar proses bisnis Pelra bisa dibenahi menjadi modern.” Pembenahan proses bisnis kelak akan mendongkrak citra Pelra dan memikat ekspedisi muatan kapal laut menggunakan jasanya.
“Ekonomi itu nggak lesu kalau you-you masih ada duit buat beli barang,” seloroh Intan, seorang juragan kapal sembari menggigit ujung rokoknya. Ia beranjak dari kursi, beringsut mendekati kapal phinisi kayu dengan garis warna hijau kepunyaannya. Si pedagang kaki lima asal Bima, Suryati, lalu berbisik, “sudah dua bulan kapalnya belum penuh. Bisnisnya lagi sepi.”
ARTIKA RACHMI FARMITA
Baca juga:
Wah, Mourinho Tak Jamin Chelsea Masuk 4 Besar, Akan Dipecat?
Jose Mourinho Terpuruk Gara-gara Wanita Cantik Ini?