TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting, membantah tudingan pihaknya menerapkan constructive engagement yang menguntungkan perusahaan-perusahaan besar yang diduga terlibat membakar lahan. Menurutnya Greenpeace tetap menjaga independensi dan menyatakan tidak ada kerjasama formal MOU antara pihaknya dengan perusahaan tersebut.
Longgena menuturkan banyak perusahaan besar setuju atas tuntutan Greenpeace tentang zero deforestation, no peat development, dan free prior and informed consent (FPIC). Ia menambahkan Greenpeace melakukan pengawasan terkait implementasi dan untuk memastikan perusahaan-perusahaan tersebut menjalankan komitmennya.
Tetapi ia mengakui bila banyak pemahaman yang tidak tepat dari orang luar terkait strategi corporate campaign Greenpeace. Sehingga orang melihat Greenpeace sebagai alat greenwash bagi perusahaan. Namun ia menuturkan saat ini waktunya untuk memastikan perlindungan hutan dan gambut dibuat permanen melalui hukum dan peraturan.
"Sehingga sekarang Greenpeace masuk ke political campaign, lewat kampanye transparansi informasi dan solusi bagi perlindungan gambut." ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis 29 Oktober 2015.
Ia menambahkan pihaknya sudah bertahun-tahun melakukan corporate campaign, dan hasilnya perusahaan-perusaahn besar komitmen dengan kebijakan zero deforestation
Longgena menuturkan dana US$ 10 juta yang ada merupakan dukungan dari supporter Greenpeace. Ia mengatakan pihaknya tidak menerima dana dari perusahaan dan pemerintah, namun hanya mengandalkan donasi individu dan yayasan pribadi. "Ini untuk tetap independen dan kami tidak diatur oleh kepentingan politik, bisnis atau perorangan," kata dia
Sebelumnya Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara Emmy Hafild memutuskan berhenti sebagai supporter Greenpeace Indonesia. Menurutnya ia kecewa atas sikap Greenpeace yang mengadvokasi perusahaan besar yang diduga terlibat kebakaran lahan gambut. "Saya kecewa dan marah dengan strategi constructive engagement dengan perusahaan besar yang terlibat dalam kebakaran lahan gambut," katanya dalam beritalingkungan.com
Menurut Emmy, Greenpeace tidak perlu ragu untuk melakukan reposisi strategi tersebut, sebab opini publik sudah jelas meminta perusahaan tersebut dihukum pidana, pencabutan izin, dan pengenaan denda yang besar. "Terbakarnya lahan-lahan perusahaan tersebut menunjukkan strategi `Constructive engagement` yang diterapkan Greenpeace sejak tahun 2013 gagal total," kata Emmy.
Emmy menambahkan dengan dukungan dari rakyat berupa pemasukan lebih dari Rp 10 miliar pertahun, Greenpeace tidak memiliki pilihan lain kecuali bersama rakyat.
AHMAD FAIZ IBNU SANI