TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengakui pemerintah salah prediksi soal kondisi cuaca. Pemerintah, menurut Luhut, tak mengira El Nino tahun ini lebih lama dibanding tahun 1997 lalu.
"BMKG sudah memberitahu kalau El Nino pada bulan Maret tapi tak terbayangkan akan lebih parah dari 1997," kata Luhut di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Rabu, 28 Oktober 2015.
Meskipun mengaku salah prediksi, Luhut mengklaim pemerintah telah mengerahkan semua kemampuan yang terintegrasi untuk mengatasi bencana kabut asap ini. Selain operasi pemadaman, pemerintah juga melakukan operasi kemanusiaan dengan menyiapkan rumah singgah dan kapal apabila evakuasi dibutuhkan. "Kami juga akan mengadakan konferensi gambut untuk pencegahan jangka panjang," kata dia.
Konferensi gambut diadakan untuk menampung semua masukkan dari para ahli gambut untuk menangani lahan gambut bekas terbakar. Acara ini, kata Luhut, kemungkinan akan digelar pekan depan.
Perubahan iklim telah diprediksi mengakibatkan frekuensi terjadinya El Nino ekstrem semakin sering. El Nino ini yang setara dengan kejadian pada 1997-1998, peningkatannya terjadi sebanyak dua kali lipat pada rentang tahun 2000-2099.
Bambang Siswanto, peneliti Pusat Sains Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (PSTA LAPAN) Bandung, mengatakan, berdasarkan penemuan terkini oleh Wenju Cai yang dipublikasikan dalam Nature Climate Change, terungkap bahwa El Nino ekstrem dari sebelumnya berlangsung setiap 27-28 tahun menjadi 15-16 tahun sekali.
Selain itu, iklim ekstrem juga diprediksi meningkat sebanyak empat kali lipat. Dari sebelumnya berulang setiap 187 tahun sekali menjadi 48 tahunan.
TIKA PRIMANDARI