TEMPO.CO, Banda Aceh - Qanun Jinayat atau peraturan daerah tentang pidana di Aceh mengatur hukuman cambuk paling tinggi untuk pemerkosa anak di Aceh, yaitu paling rendah 150 kali dan paling tinggi 200 kali.
Aturan itu tercantum dalam Pasal 48 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 terhadap anak diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling sedikit 150 (seratus lima puluh) kali, paling banyak 200 (dua ratus) kali atau denda paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) gram emas murni, paling banyak 2.000 (dua ribu) gram emas murni atau penjara paling singkat 150 (seratus lima puluh) bulan, paling lama 200 (dua ratus) bulan.
Ihwal hukuman penjara, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Prof Syahrizal Abbas mengatakan hal itu sangat bergantung pada pertimbangan hakim. “Hakim dapat memutuskan hukuman akumulatif (cambuk dan penjara) atau alternatif salah satu di antara keduanya,” katanya kepada Tempo, Selasa, 27 Oktober 2015.
Adapun pelaku pelecehan seksual bagi anak akan mendapatkan cambuk paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau denda paling banyak 900 (sembilan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 90 (sembilan puluh) bulan. Ini sesuai Pasal 46 Qanun.
Syahrizal Abbas mengatakan hukuman cambuk untuk pemerkosa anak adalah sanksi paling tinggi dari hukuman untuk pelanggar syariat lainnya. Sebagai pembanding, hukuman untuk pemerkosa lainnya dijerat dengan cambuk paling sedikit 100 kali dan paling banyak 150 kali.
Qanun Jinayat efektif berlaku di Aceh mulai Jumat, 23 Oktober 2015. Sosialisasi juga telah dilakukan selama setahun. Sebelumnya, Wakil Ketua Mahkamah Syariat Aceh M. Jamil Ibrahim mempersilakan sejumlah pihak melakukan judicial review terhadap qanun yang menjadi payung hukum pelaksanaan syariat Islam di Aceh ini. “Ya, silakan saja. Tapi, yang jelas, qanun ini tidak bersinggungan dengan hukum positif lainnya yang berlaku di Aceh dan juga tidak melanggar HAM.
ADI WARSIDI