TEMPO.CO, Washington DC - Presiden Joko Widodo di hadapan masyarakat dan diaspora Indonesia di Amerika Serikat menegaskan bahwa kondisi di Tanah Air tidak sedang dalam keadaan krisis. Jokowi mengklaim ekonomi masih tumbuh bahkan termasuk dalam lima besar dunia. Kondisi tersebut berbeda dengan saat krisis yang terjadi pada 1998.
"Krisis-krisis, yang namanya krisis kalau moneter jatuh pertumbuhan (ekonomi) minus. Negara-negara lain iya, kita masuk lima besar pertumbuhan ekonominya. Senengnya kok menjelekkan diri sendiri," kata Jokowi disambut dengan tawa dan tepuk tangan lebih dari 1.250 diaspora Indonesia di Wisma Tilden Washington DC, Ahad, 25 Oktober 2015.
Menurut Jokowi, perlu dibangun rasa optimistis karena kompetisi setiap negara semakin ketat sehingga jika tidak satu visi atau satu gagasan besar maka sulit untuk memenangkan persaingan. Jokowi juga membandingkan kondisi perekonomian Indonesia saat ini sangat berbeda dengan krisis pada 1998.
"Jadi kalau melihat posisi ekonomi kita tidak ada rasa pesimistis, tidak ada dalam keadaan krisis. Contoh dengan tahun 1998 pertumbuhan ekonomi minus 13,1 persen saat ini kita masih plus 4,7 persen bahkan kuartal ketiga menurut BI bisa 4,85 persen," kata Jokowi.
Topik Pilihan: Jokowi ke Amerika
Oleh karena itu, Jokowi meminta agar masyarakat Indonesia tidak pesimistis. Inflasi saat 1998 mencapai 28 persen tapi kini di bawah 4 persen padahal tahun lalu 8,5 persen. Sedangkan nilai tukar pada 1998 pernah mencapai Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat sekarang Rp 13.600 meskipun sempat menyentuh angka Rp 14.700 per dolar AS.
"Saya sampaikan bahwa negara kita perlu transformasi fundamental ekonomi yang dulunya bertumpu pada konsumsi, penjualan bahan mentah kita mulai ke produksi, industri, dan investasi. Memang diawal sulit, pahit ya tapi dalam jangka menengah panjang bahwa jalan yang akan kita lalui adalah jalan yang benar," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, Indonesia pernah melewatkan booming mulai dari booming minyak, booming kayu, dan booming minerba. Jokowi menambahkan, booming minerba Indonesia bisa sedikit memanfaatkan peluang meskipun jika diteruskan maka sumber daya alam tersebut akan habis.
Pemerintah kemudian fokus pada infrastruktur dan pangan, oleh sebab itu sebulan setelah dilantik Jokowi langsung mengalihkan subsidi BBM kepada faktor-faktor produktif meskipun banyak yang mengingatkan langkah tersebut akan membuat anjlok popularitasnya.
ANTARA