TEMPO.CO, Jakarta - Nahas menimpa Ahmad Supianor, 26 tahun, warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang menjadi relawan penanggulangan kabut asap. Ahmah, yang sehari-hari berprofesi sebagai petani, meninggal pada Jumat, 23 Oktober 2015, pada pukul 22.00 Wita akibat terpapar asap dari kebakaran hutan. Ia disemayamkan keesokan harinya di kampung halamannya di Kilometer 18 Anjir Banjarmasin.
“Waktu di kebun, dia mengeluh sakit dada, sulit bernapas, katanya,” ujar Dimas Novian, 30 tahun, teman Ahmad yang juga relawan di Kalimantan, Minggu, 25 Oktober 2015.
Sehari sebelum meninggal, kata Dimas, Ahmad bersama tim relawan pergi ke kebun di Kilometer 10 Anjir Kapuas untuk mengevakuasi warga di sana. Saat itu api tampak besar sehingga asap menjadi pekat. Dimas menuturkan kondisi Ahmad ketika itu sehat dan tidak terlihat sakit. “Barulah setelah dari sana, dia mengeluh tidak enak badan,” ucapnya.
Dimas membeberkan meninggalnya Ahmad disebabkan akumulasi asap yang selama ini terhirup oleh temannya tersebut. “Di sini (Kalimantan), kan, sudah terbiasa sama asap, jadi bukan seperti bencana. Dia (Ahmad) juga sudah sering kena yang begituan. Jadinya menumpuk di paru-paru dan sekarang meninggal,” katanya.
Karena sudah dianggap hal yang lumrah, Dimas mengungkapkan, Ahmad tidak diberi penanganan khusus oleh keluarga. Kata Dimas, Ahmad menganggap sakitnya tersebut sebagai sakit biasa. “Hanya minum obat batuk karena dia hanya batuk-batuk,” tutur Dimas.
Dimas mengatakan dia sudah lama mengenal sosok Ahmad. Ahmad adalah seorang petani padi di wilayah Kilometer 18 Anjir Banjarmasin. Ia adalah ayah satu anak yang memiliki rasa ingin tahu tinggi dan ingin selalu beraktivitas. “Karena masih muda, sukanya bergerak. Ahmad pernah bilang, kalau diam, bisa sakit,” kata Dimas.
BAGUS PRASETIYO