TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Hasanuddin Murad, menganggap sepele persoalan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di daerahnya. Sebab, kabut asap sudah kerap ia rasakan saat berusia 10 tahun pada 1967. Saat itu, kata Murad, masyarakat tidak mempersoalkan kabut asap pekat yang selalu berulang saban tahun.
“Sekarang masyarakat ramai mempersoalkan kabut asap karena desakan internasional. Dulu tahun 1967, jarak pandang cuma 2 meter, tapi saya biasa saja. Bahkan saya tidak pernah pakai masker, memang sudah tradisi kabut asap ini,” kata Hasanuddin Murad kepada Tempo di Banjarmasin, Sabtu 24 Oktober 2015.
Masyarakat yang mempersoalkan kabut asap, kata dia, sejatinya pararel dengan tingginya kesadaran warga terhadap kesehatan. Ia mengklaim, warga Barito Kuala yang menderita ISPA tidak banyak. Meski menganggap ringan kabut asap, Bupati Murad tetap meyediakan layanan kesehatan gratis bagi korban kabut asap.
“Artinya masyarakat semakin sadar terhadap kesehatannya. Saya gratiskan pengobatan bagi warga yang terpapar asap, asalkan bisa menunjukkan KTP Barito Kuala. Kami sudah anggarkan pengobatan ini untuk warga Barito Kuala yang tidak terdaftar BPJS Kesehatan,” Murad menambahkan.
Bupati dua periode ini memastikan, tidak ada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang membakar kawasan konsesi. Alasannya, Pemkab Barito Kuala tidak mengeluarkan lagi izin kawasan bagi perusahaan sawit. Kebakaran di Barito Kuala, kata dia, mayoritas di lahan milik warga yang bermaksud membuka lahan pertanian baru. “Itupun hanya sebagian saja. Misalkan ada yang punya 10 hektare, tidak semua terbakar. Perusahaan sawit enggak ada.”
Pemkab Barito Kuala juga belum berencana menyediakan lokasi evakuasi untuk korban kabut asap asal Palangkaraya. Barito Kuala memang kabupaten perbatasan antara Kalimantan Tengah dan Selatan. Khusus upaya pemadaman api, Bupati Murad sudah mengalokasikan anggaran tak terduga untuk BPBD. Sayangnya, ia mengaku lupa berapa miliar duit APBD yang masuk nomenklatur anggaran tak terduga ini. Saat ini, pihaknya terus berupaya memadamkan titik api di kawasan Barito Kuala.
Mengutip rekapitulasi penderita ISPA Kalimantan Selatan periode Januari – September 2015, ada 32.656 jiwa penderita ISPA di Kabupaten Barito Kuala. Di Kalsel, jumlah ini urutan ke-2 setelah Kota Banjarmasin sebanyak 73.693 jiwa penderita ISPA. Secara umum di periode yang sama, penderita ISPA di Kalsel tercatat 289.334 orang. Namun, apabila dihitung mulai Juli – September 2015, berdasarkan puncak kemarau dan kebakaran hutan, penderita ISPA di Barito Kuala sebanyak 12.169 jiwa. Sementara jumlah penduduk Barito Kuala sebanyak 293.634 orang.
Prakirawan BMKG Bandara Syamsudin Noor, Riza Arian, mengatakan satelit Terra dan Aqua menemukan 173 titik panas di Kalimantan Selatan, Sabtu pagi 24 Oktober 2015. Titik panas tersebar di Kabupaten Kotabaru sebanyak 64 titik, kabupaten Banjar 22 titik, dan Barito Kuala 20 titik panas. Adapun temperatur maksimal 37 derajat celcius, kelembaban udara 37 - 97 %, kecepatan angin 9 - 30 km/jam, dan tinggi gelombang selatan Kalimantan 1,5 – 3 meter.
DIANANTA P. SUMEDI