TEMPO.CO, Bangkalan - Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Kholil, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, KH Hasani Zubair meminta momen Hari Santri Nasional dijadikan pemerintah sebagai momentum memperhatian kondisi pendidikan pesantren dan madarasah diniyah. "Hingga kini pendidikan pesantren dan madrasah masih termarginalkan," kata Hasani, Kamis, 22 Oktober 2015.
Menurut Hasani, mayoritasmadrasah diniyah di Bangkalan dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Kondisi keuangan yang tidak menentu, membuat tenaga pengajar di madrasah diniyah tidak digaji secara layak. "Kami sering kirim santri kami mengajar ke pelosok desa, mereka hanya dibayar dengan sabun, detergen, dan odol (pasta gigi)," ujar dia.
Kondisi itu, imbuh Ketua Gerakan Pemuda Anshor Bangkalan ini, harus dimaklumi karena madrasah tidak memiliki sumber pendanaan yang tetap. Yang patut dikagumi, menurut Hasani, ditengah segala keterbatasannya, madrasah tetap bertahan untuk menciptakan generasi muda yang religius. "Pemerintah harus memperhatikan pendidikan madrasah diniyah," kata dia.
Kiai Jauhari Sobir, pengasuh Madrasah Diniyah Salafiyah Syafi'iyah, Desa Jaddih, Kecamatan Socah, mengaku tidak pernah mendapat bantuan pemerintah. Guru di lembaga pendidikan yang dia kelola, hanya dibayar Rp 200 ribu per tahun. "Itu pun kalau ada dana," katanya.
Untuk sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), kata dia, para siswa hanya diminta membayar Rp 100 ribu per tahun. Uang SPP inilah yang dipakai untuk biaya membeli kapur papan tulis penunjang proses belajar-mengajar. "Kalau ada bantuan pemerintah, paling tidak bisa beri honor ke guru meski hanya Rp 50 ribu per bulan," pungkas dia.
Presiden Joko Widodo mendeklarasikan Hari Santri Nasional di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis hari ini. Presiden menyatakan pemerintah menetapkan Hari Santri untuk mengingatkan mengenai semangat "jihad keindonesiaan".
"Dengan seluruh pertimbangan, pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Penetapan Hari Santri dimaksudkan agar kita ingat semangat jihad keindonesiaan, rela berkorban bagi bangsa dan negara," kata Jokowi.
MUSTHOFA BISRI