TEMPO.CO, Yogyakarta - Penangkapan Dewie Yasin Limpo, politikus Partai Hanura, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tidaklah mengagetkan para pegiat anti korupsi. Sebab, kasus seperti ini merupakan laten partai politik di Indonesia.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang diduga menerima suap ini merupakan wajah partai politik. Diduga masih banyak anggota dewan yang melakukan hal yang sama meski caranya berbeda.
"Yang seperti ini adalah bahaya laten. Selalu berulang, partai politik menggunakan kewenangan dalam proses anggaran dan menggunakan pengaruh. Wajah Dewie Yasin Limpo adalah wajah semua partai," kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenal Arifin Muchtar, Kamis 22 Oktober 2015.
Dia berharap KPK bisa mengungkap secara detail kasus ini. Tidak hanya berhenti di Dewie, tetapi masih banyak anggota dewan yang diduga terlibat. Sebab, tersangka itu bukanlah pimpinan komisi energi. "Sejauh mana itu. KPK jangan hanya berhenti di Dewie. Harus dibuka karena, anggaran ratusan miliar tidak mungkin dia lakukan sendiri/ Dan bukan Dewie yang memutuskan anggaran itu," kata dia, di kantor Pukat UGM.
Menurut Zaenal, bisa jadi Dewie hanya perantara pembagian jatah. Diduga masih ada jatah bagi lain. Pengintaian terhadap tersangka penerima suap Rp 1,7 miliar itu, pasti sudah lama. Komisi anti rasuah juga mempunyai rekaman-rekaman kasus ini. "Akan lebih baik membuka kasus ini. Dewie bekerja sama (dengan komisi) sehingga bisa mengungkap siapa saja yang memberi janji meluluskan proyek itu," kata Zaenal.
Dengan munculnya kasus Dewie, dia menilai, KPK masih harus dipertahankan. Namun, ia berpesan tidak hanya politisi yang dibabat tetapi juga pebegak hukum nakal.
Dewie menjadi tersangka penerima suap dari proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Dia ditangkap di Bandara Soekarno Hatta, Selasa 20 Oktober 2015.
MUH SYAIFULLAH