TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyoroti secara khusus besarnya tunjangan perumahan bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta melalui evaluasi APBD Perubahan 2015.
Meskipun tak ada perubahan kenaikan anggaran dari APBD murni ke APBD perubahan, namun tunjangan sewa perumahan anggota dewan yang besarnya mencapai Rp 3,3 miliar untuk setahun itu mendapat kritik keras Sultan HB X. Dengan anggaran itu, satu orang anggota dewan kota mendapat jatah tunjangan perumahan saja Rp 7-7,5 juta per bulannya.
Dalam rekomendasinya yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 239/Kep/2015 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta, Sultan HB X meminta perhitungan tunjangan sewa perumahan ini dikaji ulang pemerintah kota. Perhitungan harus mempertimbangkan asas kewajaran, kepatutan, rasionalitas dan mengacu standar harga setempat yang berlaku.
“Gubernur meminta penilaian tunjangan perumahan tidak lagi dilakukan tim pemerintah kota, tapi tim appraisal independent agar nilai sewa itu lebih valid,” ujar Sekretaris DPRD Kota Yogyakarta Bejo Suwarno kepada Tempo, Rabu, 21 Oktober 2015.
Namun, karena tunjangan itu sudah terlanjur diberikan sejak awal tahun dan tak ada kenaikan dalam APBD perubahan, maka rekomendasi itu kemungkinan baru dilaksanakan untuk alokasi tunjangan perumahan tahun depan.
Bejo menuturkan, ini kali pertama tunjangan perumahan dewan mendapat sorotan dari Sultan HB X dan diminta untuk melibatkan tim appraisal, bukan internal pemerintah. “Tim indpenden dilibatkan untuk menghindari konflik kepentingan penetapan harga sewa itu,” ujar Bejo.
Tunjangan perumahan diberikan sesuai saran pendukung kinerja anggota dewan sehari-hari. Meskipun sebagian besar anggota dewan kota merupakan warga asli dan tak ada yang tinggal di kabupaten lain. Luas Kota Yogyakarta pun terhitung sangat kecil, hanya 32,5 kilometer persegi.
Selain itu, sebagian anggota dewan banyak yang tinggal satu bertetangga atau satu kecamatan dengan kantor DPRD di Jalan Ipda Tut Harsono, Umbulharjo, Kota Yogyakarta. “Agar saat ada kegiatan dewan tidak terlambat karena dekat jaraknya,” ujar Bejo.
Dewan diminta memakai jasa tim appraisal independent untuk menetapkan besarnya tunjangan perumahan karena standar harga sewa perumahan di kota menjadi patokan kabupaten lain di DIY. “Jatah sewa rumah anggoat dewan kota tidak boleh lebih dari dewan di provinsi, dan di kabupaten lain tidak boleh lebih dari alokasi sewa dewan kota,” ujar Bejo.
Kalangan tim penilai aset di Kota Yogyakarta menilai besaran alokasi tunjangan perumahan dewan yang mencapai Rp 7-7,5 juta per bulan itu terhitung sangat mewah. “Jatah tunjangan perumahan itu jika di kota terhitung sangat tinggi,” ujar penilai properti Slamet Herutono dari Kantor Jasa Penilai Publik Antonius Herutono Djasmanuddin Robby & Rekan Yogyakarta.
Herutono memberi gambaran, biaya sewa rumah di Kota Yogyakarta dengan luasan kurang 200 meter persegi dan posisi strategis saat ini di kota paling mahal sekitar Rp 50 juta setahun atau hanya sekitar Rp 4,1 juta perbulan. Angka ini berselisih jauh dengan jatah sewa rumah dewan yang mencapai Rp 7 juta per bulan.
Belum lagi jika dibandingkan dengan jatah sewa rumah kalangan buruh di Kota Yogyakarta yang dalam item Komponen Hidup Layak hanya ditetapkan Rp 250 ribu perbulan.
Kepala Dinas Bangunan Gedung Aset Daerah Kota Yogyakarta Heri Satya Wacana, selaku pihak pemerintah yang mendapat tugas melakukan penilaian aset untuk alokasi tunjangan perumahan dewan, menyatakan jika penetapan tunjangan perumahan dewan itu merupakan hasil survei.
“Selama ini untuk penetapan nilai sewa juga dengan pertimbangan dan survei luasan dan lokasi,” ujar Heri. Namun dengan adanya desakan Sultan untuk mulai menggunakan tim appraisal itu pihaknya pun sudah menyiapkan anggaran menyewa tim penilai aset. “Kami siapkan Rp 20 juta untuk jasa penilai aset ini,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO