TEMPO.CO, Surabaya - Jaksa menuntut seorang makelar tanah dengan hukuman penjara 1,5 tahun dalam kasus korupsi proyek pembebasan lahan Middle East Ring Road (MERR) Gunung Anyar, Surabaya. Tuntutan dibacakan dalam sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Rabu, 21 Oktober 2015.
Makelar tersebut disangka ikut membantu terpidana Djoko Waluyo, koordinator proyek asal Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Pematusan Kota Surabaya, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 8 miliar dalam pembebasan lahan itu. Djoko telah divonis penjara 8 tahun.
“Terdakwa juga dikenai denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan,” kata jaksa penuntut umum, Endro Rizky, dalam persidangan. Dia menuntut berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Abdul Fatah melalui kuasa hukumnya, Arie Sutikno, menilai tuntutan itu tidak tepat. Denda sebesar Rp 50 juta, menurut dia, seharusnya tidak dimunculkan arena kliennya sudah mengembalikan uang sebesar Rp 38 juta.
“Klien kami hanya makelar,” ucapnya. Sebagai makelar, ujar Arie, Abdul hanya menjual. “Uang denda juga sudah dikembalikan. Seharusnya tuntutan itu tidak dimunculkan.”
Dalam sidang terpisah, Eka Martono, pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, diadili untuk kasus yang sama. “Mereka memang tidak banyak menikmati. Tapi, dalam hal ini, mereka dianggap membantu jalannya korupsi dan pembebasan lahan,” tutur Endro Rizky.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memvonis tiga terdakwa yang terbukti bersalah dalam persidangan Maret lalu. Selain Djoko Waluyo, yang dianggap sebagai otak tindak pidana korupsi, Oili Faisol dari Satgas Pembebasan Lahan divonis 5,5 tahun penjara dan Euis Darliana, pegawai Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Pematusan Pemkot Surabaya, divonis 16 bulan penjara.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH