TEMPO.CO, Makassar - Petani dan aktivis LSM tersangka pembuat uang palsu di Sidrap terancam 10 tahun bui dan denda Rp 10 miliar. Arfa Abdullah (47), Rusman (37) dan Parman (51) dijerat Pasal 36 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. "Tindakan mereka merugikan orang lain dan negara," kata Kepala Kepolisian Resor Sidrap, Ajun Komisaris Besar Anggi N Siregar, Rabu, 21 Oktober 2015.
Hingga kini, Anggi mengatakan kepolisian sedang menelisik peredaran uang palsu yang dibuat Arfa dkk. Hal lain, pihaknya mencari tahu kemungkinan adanya pelaku lain dalam praktek pembuatan dan peredaran uang palsu itu. Anggi enggan berkomentar perihal proses pengembangan kasus lantaran teknis penyidikan. "Kami masih bekerja melakukan pengembangan, baik itu lokasi peredaran dan kemungkinan pelaku lain," tuturnya.
Anggi menambahkan ancaman hukuman tersangka pembuat uang palsu itu kemungkinan bertambah mengingat adanya indikasi kejahatan lain yang mereka lakoni. Saat ditangkap di rumah kontrakan di Jalan Usman Balo, Kelurahan Lakessi, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap, Kamis, 15 Oktober lalu, pihaknya menemukan sebuah ketapel dan 66 anak panah serta plastik kosong bekas sabu. "Kalau terbukti, tentunya kena pasal berlapis," ucap bekas Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes Makassar itu.
Komplotan tersangka pembuat uang palsu itu dicokok bersama barang bukti berupa ratusan lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu, seratusan lembar uang palsu pecahan Rp 50 ribu, puluhan lembar uang palsu pecahan Rp 20 ribu, 29 lembar uang palsu pecahan Rp 10 ribu dan 15 lembar uang palsu pecahan Rp 5 ribu. Bila dikalkulasi, ketiga tersangka mengantongi uang palsu sebanyak Rp 58,6 juta. Turut disita pula uang asli Rp 150 ribu.
Kepolisian juga mengamankan sejumlah barang bukti lain. Di antaranya, 2 unit printer, 2 unit laptop, sebuah tas, sebuah papper cutter, sebuah ketapel dan 66 anak panah berujung paku, 4 lembar cetakan benang pengaman uang palsu pecahan Rp 50 ribu, 6 lembar cetakan benang pengaman uang palsu pecahan Rp 100 ribu, 2 lembar cetakan benang pengaman uang palsu pecahan Rp 20 ribu, 1 rim kertas, 3 unit telepon seluler dan sebilah badik.
Latar belakang para tersangka disebutnya beragam. Di antaranya, Arfa adalah pekerja swasta dan tercatat sebagai aktivis salah satu LSM di Sidrap. Adapun, Rusman dikenal sebagai petani dan Parman adalah pekerja swasta. Mereka mengakui baru kali ini membuat uang palsu. Tapi, kepolisian belum mempercayainya dan masih melakukan pendalaman. "Penyidik masih mendalami keterangan tersangka," tutur dia.
Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar, Zulkifli Hasanuddin, mengapresiasi kepolisian yang berhasil mengungkap pembuatan uang palsu di sebuah rumah kontrakan di Sidrap. Namun, kepolisian tidak boleh berpuas diri dan harus mengusut peredaran uang palsu itu. Ia khawatir uang palsu itu nantinya dipakai saat pilkada serentak pada Desember mendatang. "Bisa saja dimanfaatkan untuk momentum pilkada serentak. Itu harus diantisipasi kepolisian," ucap dia.
Zulkifli menambahkan kepolisian diharapkan juga menerapkan pasal yang memberatkan buat para tersangka pembuat uang palsu. Dengan begitu, hukumannya nanti dapat memberikan efek jera. Toh, tindak pidana yang dilakoni mereka sangat serius dan merugikan semua pihak. LBH Makassar juga mengimbau masyarakat lebih tanggap dan mewaspadai peredaran uang palsu. Bila mengetahui adanya peredaran uang palsu, diharapkan segera dilaporkan ke kantor polisi agar cepat ditindak.
TRI YARI KURNIAWAN