TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menjelaskan betapa pentingnya memberikan perlindungan kepada Warga Negara Indonesia di luar negeri.
"Bayangkan saja, dengan ilmu pengetahuan siapapun bisa membantu orang lain yang tidak tahu untuk bisa membela dirinya, yang mana dianggap mereka seperti kiamat," kata Hassan Wirajuda di Balai Kartini, Selasa, 20 Oktober 2015.
Saat itu, Hassan harus membantu seorang pembantu rumah tangga yang hampir kehilangan tanah dan rumahnya yang akan disita. Hassan prihatin hingga tergerak hatinya untuk membantu ibu tersebut yang tidak mengerti hukum. Saat itu, pembantu tersebut hanya bisa memasrahkan nasibnya melalui pengadilan. "Akhirnya beliau menang dan menyampaikan terima kasih," kata Hassan.
Selain itu, Hassan juga bercerita saat ia sedang bertugas di Kairo sebagai duta besar Indonesia. Waktu itu, ia melihat bagaimana menderitanya mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Kairo. Waktu itu, sebanyak hampir 1.500 mahasiswa Indonesia sebagian besar tidak mendapatkan beasiswa. Selain itu, mahasiswa tersebut juga tidak menerima pelayanan hukum yang baik.
"Saat itu, biaya conselor service cukup mahal, bayangkan saja mereka (mahasiswa) harus menyisihkan uang untuk itu. Belum lagi pengorbanan waktu untuk menunggu," kata Hassan.
Hal itu semakin parah pada tahun 1997 saat Indonesia memasuki krisis moneter. Sebanyak hampir 2.000 mahasiswa tidak bisa menerima pengiriman uang dari negara Indonesia karena saat itu bank tidak dipercaya mengeluarkan LC. Hingga pertengahan Januari 1998, sebagian mahasiswa tidak bisa makan.
"Bahkan, saat buka puasa bersama yang diberikan secara gratis, banyak mahasiswa Indonesia yang singgah," ujar Hassan.
Atas pengalamannya itu, Hassan berpikir bahwa perlindungan warga merupakan salah saru misi yang harus dikejar. Adapun pendekatannya adalah kepedulian dan keberpihakan kepada WNI di luar negeri. "Bahwa pelayanan publik mesti dilakukan dengan cepat, murah dan ramah," kata Hassan.
Ia berharap bahwa dengan mengubah citizen service lebih baik dapat mencapai standard bahkan harus mencapai sertifikat ISO. "Perlindungan WNI harus menjadi bagian dari sistem," Hassan berpesan.
Hassan menyebutkan bahwa kata kunci dalam memberikan perlindungan adalah empati yaitu dengan menempatkan diri pada sisi korban. Dengan pengukuhan award dengan meminjam nama Hassan Wirajuda, ia berharap agar perlindungan warga WNI di luar negeri dilakukan degan baik.
"Kemudian dapat menggugah orang lain dan inspriatif," kata Hassan.
LARISSA HUDA