TEMPO.CO, Kediri - Kepolisian Resor Kediri Kota menangkap puluhan penambang liar dari bantaran Sungai Brantas. Meski menggunakan peralatan manual, aktivitas mereka mengancam kerusakan lingkungan sungai.
“Kami akan sisir seluruh aktivitas penambangan yang tak berizin di Sungai Brantas,” kata Kepala Bagian Humas Polresta Kediri Ajun Komisaris Anwar Iskandar, Selasa, 20 Oktober 2015.
Para penambang pasir yang tengah melakukan pengerukan di Sungai Brantas Desa Nganduasih, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, tak berkutik saat puluhan aparat Polres Kediri Kota melakukan penggerebekan pada Selasa, 20 Oktober 2015. Polisi langsung menangkap dan mengangkut sedikitnya 26 penambang ke atas truk untuk dibawa ke Mapolres Kediri. Sementara, peralatan penambang berupa dua buah truk pengangkut pasir, 14 cangkul, 10 keranjang pasir, 15 sekop, dan sejumlah ayakan disita.
Penambangan pasir tak berizin menjadi perhatian Kepolisian Daerah Jawa Timur pascainsiden tambang berdarah di Lumajang.
Para penambang ini, menurut Anwar, sama sekali tak memiliki izin melakukan penggalian pasir dari Pemerintah Kabupaten Kediri. Meski tak menggunakan mesin penyedot pasir atau mekanik, aktivitas ini bisa mengancam kerusakan lingkungan berpotensi menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat setempat, seperti di Lumajang.
Polisi menghentikan paksa aktivitas itu hingga para penambang mengurus izin mereka ke pemerintah. Selanjutnya, pemerintah akan menentukan lokasi mana yang boleh dilakukan penambangan atas sepengetahuan dan pengawasan ketat. “Kali ini kita bebaskan, tapi kalau tetap tak mau ngurus izin langsung dipidana,” kata Anwar.
Sementara itu, salah satu penambang yang enggan disebut namanya mengaku keberatan mengurus izin penambangan kepada pemerintah. Mereka berdalih pengajuan izin itu akan memerlukan waktu lama dan berbiaya. Hal itu dianggap tak sebanding dengan pendapatan menambang sehari-hari menggunakan peralatan manual.
“Kalau menggunakan diesel baru izin,” ucap dia berdalih.
HARI TRI WASONO