TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan imigran asal Afganistan di Pondok Pemuda Ambar Binangun, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terusir dari tempat penampungan, Senin malam, 19 Oktober 2015. Peristiwa itu terjadi setelah sebuah ormas, Forum Umat Islam, menggeruduk tempat tinggal sementara mereka.
Suban Zuhri, seorang saksi mata, mengatakan peristiwa pengusiran itu berlangsung pukul 22.00 WIB. Anggota Forum merangsek masuk ke lokasi pondok dan mengumpulkan para imigran dalam satu ruangan. Para imigran, kebanyakan berusia remaja belasan tahun itu, lalu dinaikkan ke atas truk polisi. “Dibawa ke Polres Bantul,” katanya, Selasa, 20 Oktober 2015.
Pengusiran itu terjadi lantaran massa menuding imigran adalah penganut Syiah. Ormas itu khawatir mereka akan menyebarkan ajarannya di Indonesia. “Mereka ini dipulangkan saja ke negara asalnya,” kata koordinator FUI, Muhammad Fuad, saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Kepala Divisi Sipil dan Politik Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Sarli Zulhendra mengatakan keprihatinan atas terjadinya peristiwa itu. Pemerintah seharusnya melindungi para imigran. Terlebih, Indonesia telah meratifikasi konvensi antipenyiksaan dan perlindungan terhadap migran. Perlindungan itu tak boleh hanya didasarkan pada kesamaan latar belakang agama atau suku bangsa tertentu saja. “Pemerintah tidak boleh hanya melindungi yang beragama tertentu saja,” katanya.
Ia juga mengkritisi cara pengamanan imigran yang dilakukan polisi. Tak cukup dengan mengevakuasi kelompok yang rentan menjadi korban, polisi juga harus melakukan upaya pencegahan pada kelompok penyerang. “Kalau tidak ada pencegahan, orang-orang itu (imigran) bisa dikejar terus,” katanya.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY Pramono mengatakan hingga siang ini belum mendapat laporan adanya pengusiran yang menimpa imigran asal Afganistan. Tapi, menurut dia, hingga kini belum ada Rumah Detensi Imigrasi di Yogyakarta. Sehingga imigran yang bermasalah harus dititipkan di lokasi tertentu, semisal di Pondok Pemuda itu. “Imigran itu tanggung jawab pemda,” katanya.
Meski demikian, Pramono mengatakan, para imigran itu harus tetap diberi kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.
ANANG ZAKARIA