TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto berterima kasih sekaligus bangga kepada Majelis Kehormatan DPR (MKD) karena lembaga ini hanya memutuskan memberi sanksi ringan terhadapnya. Sanksi itu berupa berupa teguran.
"Saya mengucapkan terima kasih bahwa pimpinan MKD bekerja secara profesional dan yang hadir dari berbagai unsur juga ada," kata Setya saat ditemui di acara perayaan ulang tahun Partai Golkar ke-51 di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur.
Sanksi teguran yang dijatuhkan kepada Setya tersebut terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik karena bertemu dengan kandidat calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, bulan lalu. Ketika itu, Setya bersama dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyambangi Donald Trump di markas pemenangan pengusaha yang juga berinvestasi di Tanah Air itu.
Pertemuan tersebut disikapi beberapa anggota Dewan dengan mengadukannya ke MKD. Tapi Setya dan Fadli tiga kali mangkir dari pemanggilan di ruang sidang MKD. Ternyata Setya dan Fadli diperiksa secara diam-diam oleh beberapa anggota MKD di ruangan Badan Kerjasama Antar Parlemen, Kamis pekan lalu.
Adapun Setya mengaku kooperatif dengan menjelaskan kunjungannya ke Amerika Serikat ke MKD. "Saya setiap diberikan surat, juga sudah memberikan jawaban-jawaban dan alasan yang tepat. MKD juga sudah mengadakan pertemuan secara langsung kepada kami dan saya juga sudah menjelaskan secara detail kronologis masalah pertemuan itu," kata Setya.
Anggota MKD dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Junimart Girsang, keberatan dengan putusan tersebut. "Bagi saya ketidakpatuhan dan ketidakhadiran mereka dalam sidang dengan tiga kali pemanggilan itu sudah bentuk pelanggaran etik. Kemudian diakumulasikan dengan kunjungan mereka bertemu Donald Trump yang tidak ada di agenda. Saya berpendapat ini pelanggaran sedang," kata Junimart.
Anggota DPR Budiman Sudjatmiko yang mengadukan Setya dan Fadli ke MKD mengaku tidak puas dengan putusan tersebut. Ia menilai putusan MKD itu dapat memantik reaksi opini publik. "Lalu apa bedanya dengan kasus misalnya anggota DPR nonton bola tapi enggak bayar karcis, atau kasus anggota DPR yang kencing di WC umum tapi ennggak bayar?" kata Budiman, Senin kemarin.
Menurut Budiman, tindakan Setya dan Fadli bukan kategori pelanggaran ringan. Sebab, keduanya membawa nama DPR ketika bertemu Donald Trump. "Sekarang kami serahkan kepada masyarakat, apakah keputusan ini memenuhi rasa keadilan masyarakat atau tidak," katanya.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI