TEMPO.CO, Jakarta - Pada kegelapan malam, puluhan orang itu lari ke dalam hutan yang ada di belakang pabrik PT Conch South Kalimantan Cement di Desa Serdang, Kecamatan Haruai, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Selasa dinihari, 20 Oktober 2015, memang berlangsung inspeksi mendadak Panitia Khusus Raperda Ketenagakerjaan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan. Mereka ingin membuktikan kabar bahwa perusahaan itu mempekerjakan 200-300 pekerja asal Cina.
“Beberapa (tenaga kerja asing) berhasil kami tangkap. Kemungkinan mereka tidak punya dokumen resmi,” kata Ketua Pansus Raperda Ketenagakerjaan DPRD Kalimantan Selatan Yazidie Fauzi di sela-sela inspeksi mendadak.
Puluhan anggota Dewan yang datang ke PT Conch South Kalimantan Cement alias PT Semen Conch sempat beradu mulut dengan petugas keamanan. Saat itulah, satu per satu TKA asal Cina berhamburan melarikan diri ke tepi hutan.
Untuk membuktikan status legalitasnya, Yazidie mengambil 15 pekerja asing sebagai sampel. Dari jumlah itu, pihak perusahaan tidak bisa memberikan bukti valid legalitas dokumen para pekerjanya.
Salinan paspor atas nama Guowu, misalnya. Pada paspor tercantum bahwa Guowu datang ke Indonesia memakai visa kunjungan melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 18 April 2015.
Pansus DPRD memberikan waktu dua hari kepada perusahaan untuk membuktikan legalitas para pekerja asingnya. “Kami akan panggil perusahaan karena ada indikasi mempekerjakan TKA ilegal. Perusahaan sudah melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Keimigrasian, harus ada sanksi,” ujar Yazidie.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Selatan Puguh Priyambada mengatakan sebanyak 103 TKA bekerja di proyek PT Semen Conch. Dari jumlah itu, 41 orang bekerja di dua perusahaan subkontraktor, yakni PT MCC Construction sebanyak 35 orang dan PT China Machinery Industry sebanyak 6 orang. Sisanya, 62 orang, bekerja di PT Semen Conch. “Ini data resmi yang masuk ke kami,” tutur Puguh.
Pengerjaan konstruksi pabrik PT Semen Conch dimulai pada 2010. Rencananya, pabrik itu mulai berproduksi delapan bulan lalu. Namun proyek di lahan seluas 92 hektare itu belum rampung sepenuhnya.
DIANANTA P. SUMEDI