TEMPO.CO , Lumajang: Langkah Pemerintah Lumajang menghentikan penambangan pesisir Selatan Lumajang memperoleh dukungan Dinas Energi dan Sumber Daya Alam Mineral Provinsi Jawa Timur.
"Di wilayah pesisir, karena tumpang tindih semua, belum diizinkan (melakukan penambangan)," kata Kepala Bidang Pertambangan Umum dan Migas Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur, Didik Agus Wijanarko, di Lumajang, Jumat, 16 Oktober 2015.
Didik mengatakan dari 61 izin penambangan yang diajukan Bupati Lumajang ke Provinsi Jawa Timur, hanya 21 yang diberikan rekomendasi untuk beroperasi. Dan, 21 izin itu tersebar di beberapa kecamatan.
"Sebagian besar wilayah darat sungai dan kantong lahar. Tidak ada di pesisir," kata Didik. Dinas Energi melakukan evaluasi terhadap menambang yang berizin saja. "Yang tidak berizin tidak kami evaluasi karena itu kewenangan penegak hukum. Penambangan tanpa izin, kata dia, masuk dalam ranah penegakan hukum.”
Dalam presentasi hasil evaluasi Izin Usaha Pertambangan yang dilakukan Dinas Energi Provinsi Jawa Timur, ditemukan masalah tumpang tindihnya Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Tumpang tindih WIUP ini karena tidak ada rekomendasi dari Dirjen Minerba untuk penambangan dengan komoditas yang berbeda dalam satu WIUP.
Baca Juga:
Atas tumpang tindihnya WIUP ini, Provinsi Jawa Timur memberikan surat peringatan karena tidak memenuhi persyaratan administrasi dengan urutan SP1, SP2, SP3, hingga penghentian sementara dan pencabutan izin.
Sementara itu, Bupati Lumajang As'at Malik mengatakan pihaknya masih perlu mengkaji faktor rawan bencana. Pesisir Selatan Lumajang yang selama ini menjadi sasaran penambangan ilegal adalah kawasan rawan bencana tsunami.
"Pemerintah Lumajang mengirim utusan untuk melakukan koordinasi ke pemerintah pusat," kata As'at Malik.
Kondisi lingkungan pesisir Selatan Lumajang, terutama di Pantai Watu Pecak, rusak parah hingga mengakibatkan air laut meluap ke sawah penduduk ketika pasang.
Pemerintah juga berkonsultasi ke sejumlah Kementerian untuk mengupayakan reklamasi secepatnya. Dari pertemuan itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengubah wilayah pesisir Desa Selok Awar-Awar menjadi kawasan eko wisata. Upaya yang dilakukan nanti adalah dengan melakukan penanaman mangrove (bakau, red) atau cemara laut.
Ihwal kajian bencana akibat penambangan pasir di kawasan pesisir sebenarnya juga telah dilakukan Badan Penanggulangan Daerah Kabupaten Lumajang. Saat uji publik Rancangan Peraturan Daerah Pertambangan di lantai III Kantor Pemkab Lumajang dengan DPRD beberapa waktu lalu, BPBD Kabupaten Lumajang menyampaikan bahwa perizinan pertambangan seharusnya juga harus mendapatkan rekomendasi kebencanaan.
Namun gagasan BPBD itu kurang direspon. "Kalau diminta, kami akan menyampaikan kajian dari sisi kebencanaannya," kata Kabid Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Logistik BPBD Kabupaten Lumajang Hendro Wahyono.
Setelah kondisi sempadan pantai rusak, BPBD hanya bisa melakukan pemantauan sejauh mana perkembangannya di sana.
DAVID PRIYASIDHARTA