TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) memaparkan 10 Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang menunggak kasus tindak pidana korupsi terbesar selama periode semester pertama 2015.
"Menunggak di sini diartikan memiliki sejumlah kasus korupsi yang statusnya masih pada tahap penyidikan, belum naik ke penuntutan," kata peneliti dari Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah di Jakarta, Sabtu 17 Oktober 2015.
Menurut Wana, ICW menyusun daftar penunggak kasus tersebut sesuai tingkatan Kejati dan Kepolisian Daerah (Polda). Asumsinya, kasus korupsi yang ditangani oleh Kejari dan Kecabjari atau Polres berada di bawah koordinasi kedua koordinasi institusinya.
Beberapa kejaksaan tinggi itu diantaranya, Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Timur, yang masih menunggak 64 kasus tindak pidana korupsi dengan total kerugian negara mencapai Rp269,1 miliar.
Selanjutnya, Kejati Sulawesi Selatan menempati urutan kedua sebagai institusi yang menjadi penunggak terbesar dengan jumlah kasus mencapai 56 dan kerugian negara mencapai Rp97,1 miliar.
Kemudian, Sumatra Utara dengan 51 kasus dan kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun. Pada urutan ke empat jatuh pada Jawa Barat dengan jumlah 46 kasus dan kerugian negara Rp325,5 miliar.
Pada urutan kelima Provinsi Aceh dengan jumlah 46 kasus dan total kerugian negara sebesar Rp338,9 miliar, urutan keenam ialah Kejati Riau dengan 45 kasus dan kerugian negara lebih dari Rp1,5 triliun.
Selanjutnya, pada urutan ketujuh ialah Kejati Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan tunggakan kasus mencapai 40 dengan kerugian negara sebesar Rp609,2 miliar. Lalu, di urutan kedelapan ialah Jambi dengan 39 kasus dan kerugian negara sekitar Rp64,5 miliar.
"Posisi sembilan di Kejati Maluku, ada 34 kasus dengan kerugian negara Rp36,9 miliar. Terakhir di Jawa Tengah, 29 kasus dengan kerugian mencapai Rp111,5 miliar," kata Wana Alamsyah.
ANTARA