TEMPO.CO, Lumajang - Kepala Kepolisian Resor Lumajang Ajun Komisaris Besar Fadly Mundzir Ismail menyatakan penutupan penambangan pasir di Lumajang setelah kasus pembunuhan aktivis antitambang, Salim Kancil, telah mengganggu proyek jalan tol.
"Pembangunan yang berskala nasional, yang menjadi perintah Presiden Jokowi, itu juga terganggu," kata Fadli di Balai Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Kamis, 15 Oktober 2015.
Fadly mencontohkan proyek yang terganggu adalah Jalan Tol Kertosono-Solo yang sudah mulai dikerjakan. Proyek Jalan Tol Mojokerto-Surabaya pun terganggu.
"Beberapa kegiatan lain di Surabaya, seperti rumah, kontraktor, serta properti, juga terganggu," ujarnya. Sebagian besar properti di Surabaya, kata dia, menggunakan sumber pasir dari Lumajang.
Menurut Fadly, bukan hanya Lumajang sebenarnya yang dilakukan penertiban. "Semua daerah, atas perintah Kapolda, ditertibkan juga," tuturnya. Secara otomatis, kata dia, dampaknya sangat dirasakan masyarakat.
Tidak hanya masyarakat yang merasakan kendala ini, Kodim 0821 yang sedang menjalankan program TMMD sebenarnya juga membutuhkan pasir. Karena tidak bisa memperoleh pasir dari Lumajang, akhirnya pasir dibeli dari luar.
Berdasarkan pantauan Tempo di lapangan, penambangan pasir di Lumajang otomatis berhenti sejak tragedi Salim Kancil pada 26 September 2015. Nyaris tidak ada truk pasir yang biasanya lalu-lalang di sepanjang jalan di Kabupaten Lumajang.
Tempat penampungan pasir (stock pile) di sepanjang jalan dari Pasirian hingga Sumbersuko serta di Kedungjajang saat ini tidak ada aktivitas. "Pasokan pasir dari tempat penambangan sudah berhenti," ucap Mustofa, pemilik stock pile di Lumajang. Dump truck pengangkut pasir takut beroperasi. "Harga pasir juga melambung. Pada tingkat lokal saja, yang biasanya Rp 400 ribu per dump truck, saat ini melonjak hingga Rp 1 juta."
DAVID PRIYASIDHARTA