TEMPO.CO, Jambi - Warga Jambi yang menamakan dari Koalisi Jambi Melawan Asap meminta pemerintah daerah dan pusat memberikan pelayanan gratis kepada warga setempat yang sakit akibat dampak kabut asap.
Koalisi itu merupakan gabungan dari beberapa lembaga swadaya masyarakat, antara lain Perkumpulan Hijau, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Aliansi Gerakan Reforma Agraria, dan Beranda Perempuan, serta aktivis mahasiswa Jambi. Koalisi itu menilai dampak kabut asap menyebabkan ratusan ribu warga Provinsi Jambi mengidap berbagai penyakit, misalnya infeksi saluran pernapasan akut dan batuk. Sedangkan dampak jangka panjangnya bisa terserang kanker paru.
"Kami menilai pemerintah daerah dan pusat belum melakukan tindakan maksimal dalam memberikan pelayanan kesehatan serta mengatasi kabut asap yang terjadi," kata koordinator lapangan Koalisi Jambi Melawan Asap, Ade Achmad, Kamis, 15 Oktober 2015.
Para pengunjuk rasa berjumlah sekitar seratus orang itu awalnya berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Jambi. Namun, karena tidak satu pun pejabat yang menanggapi aksi itu, mereka lantas melanjutkan aksi di depan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi.
Ketua Perkumpulan Hijau Jambi Ferry Irawan berujar, pemerintah seharusnya membuat posko pelayanan kesehatan gratis. "Kami mendesak pemerintah lebih tanggap dan serius mengatasi ini," ucapnya.
Pengunjuk rasa meminta pemerintah mencabut izin perusahaan penyebab asap serta mengembalikan fungsi gambut dan hutan yang dirusak. Koalisi juga menuntut perusahaan penyebab asap memberikan kompensasi kepada warga terdampak dan memperbaiki ekosistem yang mereka rusak. Selain itu, mereka meminta penegak hukum transparansi dalam upaya penegakan hukum terhadap perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan.
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, penderita ISPA akibat kabut asap hingga pekan pertama Oktober 2015 sebanyak 80 ribu jiwa lebih dan terus mengalami peningkatan drastis.
Titik panas berdasarkan pantauan satelit Terra dan Aqua hingga September 2015 sebanyak 3.169 titik yang tersebar di lahan milik 17 perusahaan hutan tanaman industri dan 40 perusahaan perkebunan sawit.
Data Warsi mencatat, sekurangnya 40 ribu hektare hutan dan lahan yang sudah terbakar di daerah ini tersebar dengan luasan alam kawasan gambut seluas 33.745 hektare, sehingga ditaksir mengalami kerugian mencapai Rp 19 miliar lebih.
Pengunjuk rasa juga menyesali dengan adanya kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo yang memberi jaminan untuk mempermudah masuknya investasi, khususnya memberi akses izin pembukaan lahan baru dan memperpanjang izin perusahaan perkebunan lama, dengan dalih pembangunan di sektor ekonomi.
"Kebijakan ini dipastikan dapat menambah angka kehilangan akses atas tanah bagi masyarakat di pedesaan serta semakin memperluas dan mempercepat siklus bencana asap ke depan," ujar Ferry.
SYAIPUL BAKHORI