TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan enggan menanggapi ihwal penghapusan pasal kretek dari Rancangan Undang-Undang Kebudayaan. "Nantilah saya jawab," kata dia di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2015.
Sebelumnya, rapat internal Komisi Kebudayaan dan Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk menghapus pasal kretek dari Rancangan Undang-Undang Kebudayaan. Ketua Komisi Kebudayaan dan Kesehatan Teuku Rifky Harsya mengatakan kesepakatan itu diambil setelah komisi meminta tanggapan kepada seluruh fraksi.
Mayoritas fraksi di komisinya setuju untuk menghapus pasal kontroversial itu lantaran menjadi polemik di kalangan masyarakat. Musababnya, pascarapat Badan Legislasi pada 14 September 2015, kemunculan pasa kretek dalam RUU Kebudayaan itu menuai kecaman. Sembilan dari sepuluh fraksi dalam rapat internal Komisi Kebudayaan dan Kesehatan menyatakan pendapat untuk menghapus adanya pasak kretek dalam RUU Kebudayaan itu. Hanya satu fraksi yang masih mempertahankan keberadaan pasal kretek, yaitu Fraksi Partai Golkar.
Wakil Ketua Badan Legislasi dari Partai Golkar, Firman Subagyo, menilai rapat Komisi yang membatalkan pasal kretek itu melanggar Tata Tertib Dewan lantaran diputuskan sepihak. "Seluruh fraksi di komisi sebelumnya setuju dengan usul pasal kretek, tapi kenapa sebelum dibawa ke Badan Musyawarah sikapnya berubah."
Dihubungi secara terpisah, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan, menyatakan pemerintah senang atas keputusan Komisi Kebudayaan. "DPR akhirnya bersedia mendengar aspirasi banyak orang," katanya.
HUSSEIN ABRI YUSUF | REZA ADITYA | MITRA TARIGAN