TEMPO.CO, Jakarta – Tokoh masyarakat Dayak, Alida Handau Lampe Guyer, menyatakan, terkait dengan kebakaran hutan, perusahaan besar di Kalimantan berlindung di balik kebiasaan masyarakat suku Dayak membakar lahan.
"Kebiasaan orang Dayak bikin ladang berpindah. Inilah yang ditiru perusahaan besar," kata Alida saat ditemui seusai konferensi pers di Wisma PGI, Jakarta Pusat, pada Rabu, 14 Oktober 2015.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia tersebut menjelaskan, suku Dayak berpindah ladang dengan membakar lahan supaya hasil bakaran tersebut menjadi humus (tanah subur). "Mereka membakar terbatas kira-kira 2 hektare," ucap Alida. Setelah lahan kesuburan berkurang, mereka pindah cari tempat baru dan bakar tanah lagi, lalu lahan lama ditinggal."
Lahan yang ditinggalkan tidak akan ditempati orang lain. Hal ini terjadi karena ada sebutan kaleka, kebudayaan suku Dayak secara turun-temurun terhadap konservasi alam. "Seseorang enggak pernah mengambil lahan orang lain," tutur Alida.
Begitu kesuburan di lahan kedua habis, kata Alida, masyarakat Dayak akan balik ke lahan pertama. Sebab, setelah ditinggal cukup lama, lahan akan subur kembali.
Selain itu, menurut Alida, kesalahan yang menjadi penyebab kebakaran hutan juga berasal dari adanya program swasembada zaman orde baru. "Lahan gambut mau dijadikan lahan 1 juta hektare untuk pembangunan sawah."
Lanjut ke zaman reformasi, ada pemberian otonomi daerah yang menyebabkan bupati mengizinkan didirikannya perkebunan kelapa sawit di atas lahan gambut. "Banyak perkebunan sawit didirikan di atas lahan gambut," ucap Alida.
FRISKI RIANA