TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR, Rahmat Hamka, mengatakan akan membentuk panitia kerja gabungan antar komisi di lembaganya. Pembentukan itu, ucap dia, untuk mengusut tuntas bencana asap yang di Sumatera dan Kalimantan.
Menurut Hamka, Panja itu akan berisi komisi II, III, IV, VII, VIII, IX dan X. "Bencana asap mempengaruhi kesehatan, lingkungan, pendidikan dan ekonomi," kata dia dalam keterangannya, Rabu, 14 Oktober 2015.
Hamka menjelaskan, saat ini pemerintah sudah berupaya memadamkan api. Namun, kata dia, permasalahan belum selesai jika api itu sudah padam. "Dampak kesehatan bagi masyarakat yang menghirup asap bagaimana? dan harus memberi sanksi tegas terhadap perusahaan yang lahannya terbakar," katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy. meminta pemerintah menaikkan status kebakaran ini menjadi bencana nasional. Menurut dia, kabut asap ini sudah terjadi lama dan berulang setiap tahunnya.
Selain itu, ucap Lukman, DPR meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap tata ruang dan penataan lahan rambut. "Jangan hanya penanggulangan bencana, tapi menyelesaikan akar permasalahan," katanya.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pemerintah belum bisa menetapkan kabut asap menjadi bencana nasional. Menurut dia, penetapan itu harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. "Status bencana nasional baru terjadi saat bencana Tsunami Aceh," katanya, Selasa lalu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Willem Rampangilei, mengatakan luas total hutan dan lahan yang terbakar mencapai 1,7 juta hektare. Wilayah kebakaran terbanyak berada di Sumatera Selatan, yakni 221.704 hektare. Menurut Willem, dia bersama Singapura dan Malaysia kesulitan memadamkan api. Musababnya, jarak pandang yang terbatas dan mengakibatkan susah mengenai titik kebakaran. “Kami sudah memakai bahan kimia sebanyak 260 ton untuk memadamkan api,” katanya.
HUSSEIN ABRI YUSUF