TEMPO.CO, Surabaya - Kerugian negara akibat penambangan yang dilakukan PT Indo Modern Mining Sejahtera di Lumajang, Jawa Timur, ditaksir mencapai Rp 120 miliar. Nilai tersebut merupakan hasil dari perkiraan Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Namun, dalam mengusut kasus ini diperlukan hasil analisa kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. “Sampai saat ini, belum ada hasil dari BPKP,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Romy Arizyanto, Selasa 13 Oktober 2015.
Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mulai melakukan pemeriksaan terhdap PT IMMS berdasarkan laporan dari PT Perhutani sejak Februari 2015. Dari pemeriksaan tersebut, kejaksaan telah menetapkan tersangka Abdul Gofur, saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Pengawasan dan Amdal Dinas Lingkungan Hidup Lumajang serta Lam Song Cang selaku pemilik PT Indo Modern Mining Sejahtera.
Keduanya diancam pidana korupsi sesuai pasal 2 dan pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena sangkaan penyalahgunaan wewenang terkait ketidaklengkapan syarat perizinan yang dimiliki PT IMSS. Jerat pidana untuk keduanya adalah penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, seta denda paling sedikit RP. 200.000.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.
Terkait hal ini, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sudah mengirim tembusan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung. Sementara, kedua tersangka tidak ditahan karena untuk menghindari batas waktu penahanan selama kasus ini diproses. Saat ini, kejaksaan sudah memeriksa 40 saksi.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur juga telah menemukan unsur perbuatan melawan hukum yang sesuai pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Salah satunya adalah, izin yang tidak sesuai. “Kalau BPKP sudah menyampaikan hasil analisa kerugian negara, kami dari kejaksaan bisa langsung memproses kasus ini untuk selanjutnya,” kata Romy.
PT IMMS memiliki wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) seluas 8.350 hektare di pesisir Selatan Kabupaten Lumajang mulai dari Kecamatan Yosowilangun hingga Kecamatan Tempursari. Izin tersebut untuk bahan galian B.
Sempat dilakukan penambangan pasir besi di beberapa titik di pesisir Selatan Lumajang oleh sejumlah perusahaan Joint Operation (JO) PT IMMS. Namun, keberadaan aturan yang mengharuskan adanya Smelter sebelum melakukan eksploitasi pasi besi, membuat operasi penambangan pasir dihentikan.
Keberadaan aturan itu membuat PT IMMS kemudian menghentikan aktivitasnya. Setelah ditinggalkan PT IMMS, muncul sejumlah penambangan ilegal di areal yang menjadi konsesi PT IMMS. Termasuk di Desa Selok Awar Awar, Pasirian, yang belakangan memunculkan tragedi Salim alias Kancil dan Tosan.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH