TEMPO.CO, Banjarmasin - Bekas Wakil Ketua Bhayangkari Kepolisian Resor Tapin, Kalimantan Selatan, Ine Marthen, diduga menganiaya pekerja rumah tangganya bernama Komang hingga tewas. Ine merupakan istri bekas Wakil Kepala Kepolisian Resor Tapin Komisaris Raphael Sandy yang dimutasikan ke Sekolah Polisi Negara, Kota Banjarbaru.
Sumber Tempo di internal Polres Tapin membisikkan bahwa kematian Komang, 25 tahun, diduga karena dianiaya bertubi-tubi oleh Ine. Wanita asal Kendari, Sulawesi Tenggara, itu meninggal setelah menjalani rawat inap selama empat hari di Rumah Sakit Islam Arsyad al-Banjari, Kota Banjarmasin, Kamis, 1 Oktober 2015.
Hingga hampir dua pekan setelah Komang tewas, kasusnya tak terendus pihak luar. Kepala Polres Tapin, ucap sumber tersebut, sejatinya telah meminta Kepala Satuan Reserse Kriminal mengusut perkara penganiayaan itu.
Bahkan Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, ujar dia, telah mendatangi Polres Tapin. Namun, tutur dia, ada seorang kerabat Ine yang berdinas di Markas Besar Kepolisian RI dengan pangkat perwira tinggi, sehingga Polda Kalimantan Selatan terkesan ewuh pakewuh. “Kasus ini berusaha dihentikan karena keluarga Ine ada yang bintang dua,” kata sumber itu, Senin, 12 Oktober 2015.
Dugaan awal, korban sudah berulang kali menerima tindak kekerasan dari Ine. Puncaknya, Senin, 28 September lalu, Ine membawa korban dalam keadaan kritis ke Rumah Sakit Datu Sanggul, Kabupaten Tapin. Saat itu kondisi korban pucat dan penuh luka memar. Awalnya, ucap dia, Ine mengaku Komang mengalami kecelakaan.
“Tapi, saat ditanyai polwan, pelaku marah-marah dan bilang, ‘Kamu enggak kenal saya? Saya ini istri Wakapolres.’ Korban disarankan dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Ulin, tapi kayaknya dibawa ke Rumah Sakit Islam Arsyad Al-Banjari,” ujar sumber itu.
Sebelum korban meninggal, Raphael sempat menjemput keluarga besar korban di Kendari untuk melihat kondisi terakhir Komang. Sumber Tempo menduga ada kesepakatan damai antara keluarga korban dan pelaku. Namun, atas dasar kemanusiaan, beberapa polisi di Polres Tapin bermaksud mengadukan penganiayaan ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Damai enggak masalah, tapi proses hukum harus lanjut,” tutur sumber tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Selatan Komisaris Besar Yustan Alpian mengaku tidak mengetahui kasus penganiayaan itu. Kalaupun benar melibatkan istri polisi, Yustan menganggap kasus penganiayaan yang berujung kematian itu merupakan sebuah tindak kriminal kecil. “Ini kasus ringan saja. Kita enggak ngerti, maka tidak bisa ngomong,” katanya.
Komisioner Komnas HAM, Nur Kholis, mendesak polisi mengusut tuntas dugaan tindak kriminal itu, kendati melibatkan istri polisi. Bila polisi membisu, menurut dia, itu justru mencoreng citra Korps Bhayangkara dalam penegakan hukum. “Polisi jangan melindungi anak buahnya,” ucapa Nur Kholis.
DIANANTA P. SUMEDI